Katanya dunia ini adalah panggung sandiwara, selalu mempunyai beragam cerita yang mana setiap cerita membutuhkan banyak sekali tokoh pemeran. Mulai pemeran utama hingga pemeran pembantu.
Namun anehnya, mengapa di beberapa episode panggungnya menurut saya tidak ada yang mampu memerankan tokohnya dengan baik, alias aktingnya jelek bahkan tidak sesuai dengan skenario sang sutradara.
Ada sebuah cerita yang menjadi favorit saya, adalah cerita ketika seorang pria mendapat peran sebagai pemimpin suatu negara. Tentunya peran ini adalah peran yang menjadi incaran banyak orang, selain bisa menaikan pamor tentunya pundi-pundi pun secara tidak langsung akan ikut bertambah jumlahnya.
Awal-awal memainkan peran, sang aktor begitu hebat dan lihai, tiap dialog sesuai dengan tesk skenario sang sutradara, ditambah dengan ekspresi yang pas maka jadilah dia aktor utama pujaan banyak orang. Dalam setiap kesempatan kehadirannya selalu menjadi sorotan dan berita utama, tak terkecuali para pemain pendukungnya. Orang-orang yang berada di sekitarnya.
Namun seiring berjalannya waktu, sang aktor tiba-tiba kerap bersikap diluar skenario. Layaknya seseorang yang mendapat peran seorang pemimpin, tidak jarang dia berulah seperti seorang ABG, curhat sana sini, galau siang malam. Bahkan tidak jarang mendadak paranoid oleh-oleh hal-hal yang sebenarnya belum terjadi. Semisal melihat kereta yang dipakai untuk kepentingan shooting, entah mengapa sang aktor tiba-tiba menjadi histeris berteriak, mengatakan bahwa kereta tersebut berjalan sendiri ke arahnya, dan ingin menabrak kakinya, dengan tujuan agar kakinya menjadi patah dan masa kejayaannya sebagai aktor akan selesai. Spontan hal ini menimbulkan kasak kusuk bagi para crew yang lain, saling melempar tanya curiga, siapa dan mengapa. Masing-masing menjadi polisi bagi lingkungan disekitarnya.
Selain kerap bertingkah seperti ABG, tidak jarang dia bertingkah menirukan seorang bayi. Yang selalu menangis jika sedang mencari puttng susu ibunya. Bahkan tanpa hal yang jelas, tiba-tiba marah jika menemukan kondisi tidak sesuai dengan keinginannya.
Sebenarnya, para crew film juga sudah menegurnya secara halus, bahkan sangat ….sangat halus. Menjaga agar sikap ABG dan anak bayinya tidak muncul, namun lagi-lagi sang aktor bersikap seolah bahwa dirinya sudah melakukan hal yang benar.
Padahal di luar sana, banyak penonton yang merasa kegerahan dengan sikap kekanak-kanakannya. Bahkan dengan tidak mengurangi sikap hormat pada aktor sekaliber dirinya, para penonton nekat menyabotase setiap film yang di bintanginya.
Miris sekali melihatnya, seorang aktor yang dulu begitu berjaya dan berkilau, tiba-tiba harus menjadi redup kariernya di dunia panggung sandiwara. Bahkan mulai dibenci dan di tinggalkan penggemarnya. Semua bermula dari mulai buruknya kualitas akting yang dimilikinya.
Menurut saya yang awam dunia perfilman, seorang aktor akan tetap bersinar jika mampu menjada konsistensinya di dunia panggung hiburan.
Jika mendapat peran seorang pemimpin kaum, maka berperanlah dengan baik sesuai skenario yang ada. Jangan hanya pada saat memulai karir saja disiplin naskah, setelah berada di atas angin bersikap masa bodo pada alur cerita, bahkan tidak sungkan membuat alur cerita sendiri.
Sama sepertinya halnya penonton seorang aktor juga manusia. Yang sama-sama tercipta dari gumpalan daging serta darah. Yang membedakan adalah garis nasib.
Seorang aktor menjadi besar karena dukungan penontonnya. Jadi, bila seorang penonton sudah merasa bosan pada penampilan aktor pilihannya, maka jangan salahkan penonton untuk beralih kepada aktor yang lain. Aktor yang dianggap lebih layak untuk memainkan sebuah peran, tentunya dengan akting yang jauh lebih sempurna, aktor yang dianggap mampu bisa mendalami perannya sesuai alur skenario.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H