[caption id="attachment_212267" align="aligncenter" width="300" caption="Karena Arcanya Hilang Maka Saya Menggantikannya -dok.pribadi-"]
Sesampainya di hotel, tanpa membuang waktu, saya melihat beberapa dokumen yang saya ambil saat berada disana. Ketertarikan saya terhadap candi yang menurut saya unik, membuat saya bertanya pada Om Gogel.
Dan Inilah hasil penelusuran saya dengan bantuan om gogel.
Candi Jawi adalah candi yang di bangun pada sekitar abad ke 13, dan bukanlah candi yang berfungsi sebagai tempat pemujaan. Namun merupakan candi yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan abu jenasah dari raja terahkir Singosari. Tidak hanya di Candi Jawi saja abu raja terahkir tersebut di simpan. Sebagian lagi tersimpan di Candi Singosari dan Candi Jago yang merupakan tempat beribadat Kertanegara.
Candi Jawi sendiri menempati lahan seluas 40 x 60 m2, lahan yang cukup luas. Di kelilingi oleh pagar bata setinggi 2 meter. Selain itu, Candi Jawi juga di kelilingi oleh parit yang di tumbuhi oleh bunga teratai.
Ketinggian Candi Jawi sekitar 24.5 meter dengan panjang 14.2 meter dan lebar 9.5 meter. Bentuknya tinggi ramping seperti candi Prambanan di daerah Jawa Tengah dengan bentuk atap yang merupakan perpaduan antara stupa dan kubus. Dengan pintu menghadap ke timur. Posisi pintu ini oleh sebagian ahli dipakai alasan untuk mempertegas bahwa candi ini bukan sebagai tempat pemujaan atau pradaksina (sebuah upacara penghormatan terhadap seorang dewa, disebut Dewayadnya atau Dewayajna). Karena biasanya candi untuk beribadat menghadap ke arah gunung yang dipercaya sebagai tempat bersemayamnya para dewa. Tetapi Candi Jawi justru sebaliknya, letaknya membelakangi gunung. Sementara beberapa ahli ada yang beranggapan bahwa hal tersebut karena adanya pengaruh dari ajaran Budha.
Candi Jawi di bangun jauh dari pusat kerajaan Singosari. Di karenakan di kawasan tersebut terdapat banyaknya para pengikut Siwa-Budha yang setia dan taat. Sehingga muncul dugaan bahwa Candi Jawi di gunakan sebagai basis pendukung Kertanegara, Setelah mengalami kudeta oleh raja bawahannya yaitu Raja Jayakatwang yang merupakan raja daerah Kediri. Mengenai terdapatnya dua warna batu di bangunan Candi Jawi, hal itu terjadi karena Candi Jawi mengalami dua periode dalam pembangunannya. Dalam kitab Negarakertagama di sebutkan bahwa Candrasengkala atau tahun Api Memanah Hari (1253 saka) candi itu di sambar petir. Dan saat itulah arca Maha Aksobaya raib. Dan hal tersebut membuat Raja Majapahit, Prabu Hayam Wuruk menjadi bersedih.
Setahun kemudian, setelah di sambar petir, Candi Jawi di bangun kembali. Pada masa inilah diperkirakan mulai digunakannya batu putih. Penggunaan batu putih bukan tanpa pertanyaan, karena jika di tinjau dari kawasan Gunung Weirang kebanyakan terdapat batu berwarna gelap. Jadi kemungkinan, batu berwarna putih tersebut di datangkan dari pesisir utara Jawa dan Madura.
Kaki candi berdiri di atas batur (kaki candi) setinggi 2 meter dengan pahatan relief yang memuat kisah seorang pertapa wanita. Tangga naik yang tidak terlalu lebar terdapat tepat di hadapan pintu masuk ke garba graha ( ruang dalam tubuh candi). Di sisi kanan kiri tangga menuju selasar terdapat pahatan yang rumit. Sedangkan pipi tangga dari selasar menuju lantai candi di hiasi sepasang arca binatang yang bertelinga panjang.
Dalam kitab Negarakertagama, di sebutkan bahwa sebenarnya di dalam bilik candi terdapat arca Syiwa dengan Aksobaya di mahkotanya. Selain itu di sebutkan juga adanya sejumlah arca dewa-dewa dalam kepercayaan Syiwa, seperti arca Mahakala dan Nandiswara, Durga, Ganesha, Nandi dan Brahma. Namun tak satupun arca-arca tersebut mengisi ruang dalam tubuh candi. Namun konon arca Durga di simpan di Museum Empu Tantular, Surabaya.
Dari yang pernah saya baca, relief sebuah candi biasanya bercerita tentang sebuah kisah atau penokohan. Namun hal ini tidak berlaku bagi Candi Jawi, karena pahatan di setiap reliefnya mengisahkan tentang keadaan sekitar candi itu sendiri. Namun karena pahatan yang sangat tipis dan kurangnya informasi pendukung. Hingga sekarang belum ada yang berhasil membaca kisah sesungguhnya. Sementara kitab Negarakertagama yang menceritakan secara rinci keberadaan Candi Jawi, sama sekali tidak menyinggung soal relief di luar tubuh Candi Jawi. Namun menurut juru kunci yang menjaga candi, relief tersebut harus di baca dengan menggunakan teknik prasawiya (berlawanan dengan arah jarum jam), seperti teknik membaca yang di gunakan dalam membaca relief di Candi Kidal. Di samping relief yang terletak dibagian dinding candi, terdapat pula relief lain yang terletak dibagian dalam candi. Relief yang terpahat dengan jelas, letaknya tepat dibagian tengah candi yang merupakan bagian tertinggi candi, yaitu sebuah relief Dewa Surya.