Bisa jadi ketika lelakiku masih berbentuk embrio di rahim emaknya, ada organ tubuhnya yang berkembang tidak sempurna. Yaitu organ pengelihatannya dan organ untuk berpikir, otak.
Dan ketidaknormalan kedua organ tersebut makin nampak setelah dirinya menemukanku tiga tahun yang lalu. Tepatnya setelah dia memilihku menjadi kekasihnya.
Bagaimana bisa seorang lelaki yang sangat normal mau melabuhkan rasa kasihnya kepada seorang gadis sepertiku.
Seseorang yang tidak berlimpah apapun selain limpahan lemak. Pada paha, bokong, tangan dan pinggul, bahkan ukuran linggkar perutku pun diameternya dua kali lebih besar dari diameternya.
“Aku tuh mencintaimu, karena kamu adalah gadis yang biasa saja.” Katanya sambil mengunyah permen karet, tanpa menoleh padaku.
Sakit. Jujur dalam hati sedikit meradang mendengar pengakuannya, yang di ucapkan sangat polos tanpa kesan basa basi seorang lelaki pada perempuannya.
“Jadi, maksud perkataanmu adalah jika aku seorang wanita yang indah fisik, belum tentu kau memilihku?” tanyaku penuh selidik. Jantungku berdetak tidak karuan, meloncat kesana kemari.
“Ya, bisa jadi begitu.” Jawabmu dingin.
Tiba-tiba dia memelukku, erat sekali. Sampai-sampai aku bisa menghitung ritme detak jatungnya.“Memilihmu tidak perlu alasan, bukan ?” kali ini nada suaramu mendayu lembut di cupingku.
“Ya benar, kamu memang tidak butuh sebuah alasan untuk menginginkanku.” jawabku lirih.
"JIka begitu, maka diamlah. Dan nikmati saja rasaku yang seluruhnya tercurah untukmu." Katanya sambil mengecup keningku.
Dan caramu yang abnormal dalam mencintaiku, makin membuatku tenggelam.
***
Dan untuk seorang Emak yang sudah bersusah payah melahirkan seorang laki-laki yang "Abnormal" untukku, kuucapkan terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H