Pada awal tahun 2012, para peneliti di Jerman memulai proyek instalasi biogas ini. Bahan baku sampah dipasok dari pasar induk kota Stuttgart dan kantin kampus dekat lokasi. Alkisah, project yang diberi nama “Etamax” itu didukung dana dari Kementerian Pendidikan dan Riset Jerman. Nah, di Jerman kendaraan pribadi maupun transportasi publik dengan bahan bakar gas sudah lebih lazim daripada di negara kita. Sementara di negara kita, masih menjadi PR untuk menambah lebih banyak persentase penggunaan kendaraan berbahan bakar gas, terutama bahan bakar biogas. Bukan hanya terbatas untuk kendaraan publik, tetapi juga kendaraan pribadi. Ini sebuah tantangan bukan?...
Di Indonesia, masalah sampah tidak sesederhana itu. Masyarakat Indonesia belum sepenuhnya memilah sampah berdasarkan jenisnya. Jangankan memilah sampah, untuk daerah tertentu membuang sampah pada tempatnya saja masih jadi PR besar yang butuh kekuatan doktrinasi. Di kota-kota besar, mungkin sudah mulai digalakkan pemilahan sampah berdasarkan jenisnya, untuk kemudian dimanfaatkan. Sampah organik diolah menjadi pupuk organik. Sampah non organik dimanfaatkan menjadi produk daur ulang yang bernilai cinta lingkungan (ecocraft). Di tempat domisili saya di Depok, Jawa Barat, yang merupakan wilayah percontohan Bank Sampah, pengelolaan sampah rumah tangga menjadi sangat hits walau menghadapi banyak tantangan. Mindset zero waste secara masif didoktrin melalui berbagai wahana, walaupun yang kurang peduli pun masih ada. Itulah jalan panjang yang harus dilalui.
Ya, mengubah perilaku itu membutuhkan effort yang kuat dan kemauan yang bulat. Naungan kebijakan dari Pemerintah juga salah satu yang utama. Mengubah perilaku untuk mulai sadar memilah sampah, dan memanfaatkan sampah itu menjadi sumber energi agar kita jadi mandiri, bukan perihal setahun dua tahun. Tapi juga bukan ratusan tahun seperti proses evolusi. Ini revolusi. Segera namun tidak terburu-buru. Cepat tetapi tidak cacat. Melangkah tetapi tidak gegabah. Menurut saya, inilah revolusi mental yang sesungguhnya. Mengubah mental kita untuk lebih tangguh dan bertanggung jawab menjadi mandiri. Pantang meminta-minta dan dibodohi. Tidak ada yang lebih tangguh dan bertanggung jawab selain mampu memanfaatkan sampah kita sendiri untuk energi kita yang tidak dicampuri oleh asing manapun.
Jika kita sudah punya mindset kemandirian energi yang kuat, bisa jadi banyak negara akan iri. Karena Indonesia bisa akan punya power yang teramat power. Wow. Meskipun power itu dari sampah. Indonesia maju dan mandiri itulah yang ditakuti oleh dunia. Mereka yang tidak mau kita maju dan mandiri akan dengan segenap upaya mengkerdilkan bangsa kita. Tentu akan banyak tantangan untuk bisa persistent dalam mindset kemandirian ini. Bayangkan jika seluruh sampah yang ada di negara Indonesia ini bisa dikonversi semaksimal mungkin menjadi biogas. Pada saat yang sama sampah akan terus dihasilkan dari aktivitas manusia. Logikanya biogas itu akan terus ada. Bisa jadi kita tak hanya bisa mencukupi kebutuhan energi dalam negeri, tetapi bisa menjadi penyuplai energi bagi negara-negara lain di dunia yang miskin sumber daya.
Pertanyaannya apakah Pemerintah akan berkenan dengan konsep kemandirian energi, yang asal muasalnya dari sampah? Apakah semua pihak mau saling bergandengan tangan dan bahkan berangkulan agar kesadaran memilah sampah ditingkatkan, suasana kondusif dikembangkan untuk perubahan perilaku, pengelolaan sampah digiatkan hingga ke lini terkecil, kebijakan transportasi publik dan kepemilikan kendaraan dibenahi? Itu bagian kecil saja dari rangkaian yang terkait apabila berniat menggunakan biogas sebagai jalan subsitusi energi. Kalau jawabannya mau, pastilah kita bisa berupaya agar jalan panjang penuh tantangan menjadi lebih menyenangkan untuk dilalui.