Â
Pemberian hukuman pada siswa saat ini masih menjadi topik yang hangat dibicarakan di tengah masyarakat. Ada yang mendukung, tetapi ada pula yang menolak pemberian hukuman pada siswa. Ada masyarakat menganggap bahwa hukuman yang diberikan berdampak positif bagi siswa seperti menambah motivasi belajar, melatih disiplin, dan meningkatkan tanggung jawab dalam diri siswa. Tak jarang pula ada yang menganggap bahwa hukuman hanya berdampak negatif sehingga merusak mental siswa.
Tenaga pendidik dituntut untuk memiliki kesabaran dan kemampuan menahan emosi yang ekstra. Apalagi selalu ada saja ulah para siswa yang kurang menyenangkan seperti menyontek, terlambat, tidak mengerjakan PR, membuat gaduh saat pembelajaran, bahkan tertidur di kelas. Sehingga sering kali dibuat beberapa peraturan dan hukuman untuk mendisiplinkan sekaligus memberikan efek jera pada siswa. Peraturan dan hukuman yang dibuat menjadi cara yang mudah untuk menghentikan dan menghindarkan siswa dari perbuatan kenakalan.
Namun, saat ini marak sekali hukuman yang kurang efektif dan tidak mengandung manfaat bagi siswa. Seperti berdiri di depan kelas sampai berakhirnya jam pelajaran, lari keliling lapangan, dan lain sebagainya. Sehingga hukuman yang diberikan tersebut dirasa tidak dapat menyelesaikan masalah yang ada. Akibatnya sebagian siswa akan merasa tersudutkan dan kurang minat untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas.
Bahkan, menurut Ketua Federasi Guru Independen Indonesia, Tetty Sulastri, "Selama ini guru masih kerap berdalih menegakkan kedisiplinan saat melakukan kekerasan terhadap peserta didik."
Padahal, menurut Kartini Kartono (1992), tujuan hukuman dalam pendidikan ialah : (1.) Untuk memperbaiki individu yang yang bersangkutan agar menyadari kekeliruannya, dan tidak akan mengulanginya lagi. (2.) Melindungi pelakunya agar dia tidak melanjutkan pola tingkah laku yang menyimpang, buruk dan tercela. (3.) Sekaligus juga melindungi masyarakat luar dari perbuatan dan salah (nakal, jahat, asusila, kriminal, abnormal dan lain-lain) yang dilakukan oleh anak atau orang dewasa.
Selanjutnya, perhatikan uraian pasal berikut :
"Guru memiliki kebebasan memberikan sanksi kepada peserta didiknya yang melanggar norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, peraturan tertulis maupun tidak tertulis yang ditetapkan guru, peraturan tingkat satuan pendidikan, dan peraturan perundang-undangan dalam proses pembelajaran yang berada di bawah kewenangannya," bunyi Pasal 39 ayat 1.
Lalu dalam ayat 2, "Sanksi tersebut dapat berupa teguran dan/atau peringatan, baik lisan maupun tulisan, serta hukuman yang bersifat mendidik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan."
Dalam uraian pasal 39 ayat 1 dan 2 di atas, guru boleh saja memberikan hukuman kepada siswa, akan tetapi hukuman yang berupa kekerasan fisik dan non fisik harus segera dihapuskan. Kekerasan fisik berupa memukul, menampar, mencubit, dan sebagainya. Lalu kekerasan non fisik berupa mengancam, mencela, berkata kasar, dan sebagainya. Kedua jenis kekerasan tersebut sudah tidak efektif untuk diterapkan untuk generasi milenial.
Lalu, bagaimana cara efektif untuk mengurangi pelanggaran dan pemberian hukuman yang bisa diterapkan untuk generasi milenial saat ini?