Mohon tunggu...
Novelman Wau
Novelman Wau Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Membaca

Selanjutnya

Tutup

Politik

Wapres NU (Hampir) Pasti Masuk Istana

19 Oktober 2023   07:38 Diperbarui: 19 Oktober 2023   08:32 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Presiden dan wakil presiden sejatinya satu tubuh dalam menjalankan roda pemerintahan negeri ini. Namun bagaimana pun harus diakui bahwa presiden pastilah lebih utama dibanding wakilnya.

Sekalipun keberadaan seorang wakil presiden ibarat pemain bola yang harus banyak bersabar di kursi cadangan, namun sosoknya justru cukup menentukan dalam memenangkan suatu pilpres. Pengalaman 10 tahun terakhir dalam konteks Indonesia mengaminkan hal itu.

Pilpres 2014 tentulah tidak mudah bagi seorang Jokowi menghadapi pasangan Prabowo-Hatta. Hatta yang adalah bagian dari pemerintahan 2 periode sebelumnya bisa dilabelin sebagai 'petahana'. Dan di belakang mereka ada gerbong kaum agamais yang cukup militan. Dua faktor ini dapat mengkandaskan Jokowi terlepas dari ia pernah berhasil memimpin kota Solo selama 2 periode, dan sedang menjabat gubernur DKI Jakarta saat itu. Melihat kekuatan lawan, kubu Jokowi dengan cerdik meminang Jusuf Kalla jadi cawapres yang bisa juga dilabelin sebagai 'petahana' karena pernah menjadi wapres dari Presiden SBY. Jejaring politisi yang berlatar belakang pengusaha ini pun tidak bisa dianggap enteng. Hasilnya adalah ayah Gibran menang.

Kemudian saat pilpres 2019, Jokowi kembali berhadap-hadapan dengan Prabowo, hanya saja dalam formasi baru. Prabowo menggandeng Sandiaga Uno. Sekalipun Jokowi adalah petahana dan rapor pemerintahannya terbilang menggembirakan namun duet Prabowo-Sandi sangat menantang. Kalau tidak hati-hati eyang Jan Ethes bisa terjungkal. Sandi yang mendadak nyantri dan kerap muncul bak anak soleh berpotensi meraup suara pemilih berlatar belakang agamais. Kubu Jokowi pun tidak habis akal. Secara mengejutkan Ma'aruf Amin seorang ulama senior ditunjuk jadi cawapres mendampingi Jokowi. Sekali lagi, Jokowi menang. Lima tahun terakhir memang tidak banyak pemberitaan tentang pekerjaan wapres sepuh ini. Berbanding terbalik dengan RI 1 yang punya moto: kerja, kerja, kerja. Walaupun begitu boleh dikatakan kehadirannya saat pilpres yang lalu menjadi kunci kemenangan Jokowi.

Sebentar lagi era Jokowi akan habis. Tahun depan Indonesia akan memiliki presiden baru. Ada 3 nama yang digadang-gadang akan bertarung yaitu Anies, Ganjar, Prabowo (urutan berdasarkan abjad nama). Beberapa bulan terakhir tiga kubu dari bacapres ini terus melakukan konsolidasi, terutama terkait pemilihan sosok bacawapres masing-masing.

Kubu Anies telah menunjuk Muhaimin Iskandar. Kemudian kubu Ganjar menggandeng Mahfud MD. Kubu Prabowo sendiri belum memutuskan siapa bacawapresnya tapi disinyalir nama Erick Tohir masuk radar. Kalau nama terakhir benar mendampingi Prabowo maka dapat dipastikan NU masuk istana, bahkan sebelum pilpres dimulai. Ketiga nama bacawapres atau cawapres itu adalah orang NU. Muhaimin adalah cucu pendiri NU, Mahfud hasil didikkan Gus Dur, dan Erick boleh dikatakan NU naturalisasi yang baru berapa tahun ini berafiliasi. Apakah Anies, Ganjar, atau Prabowo yang memenangkan pilpres 2024, NU sudah menyegel kursi RI2.

Kenapa NU? Muhaimin, Mahfud, dan (kalau jadi) Erick tentu punya kapasitas yang mumpuni dalam memimpin bangsa ini. Namun latar belakang NU mereka menjadi pertimbangan utama bagi partai-partai koalisi para capres untuk menggandeng ketiga nama itu. NU adalah ormas keagaaman yang besar di Indonesia yang punya massa puluhan juta di akar rumput. Suara mereka cukup menentukan dalam pilpres.

Akhirnya kita harus akui bahwa pesta demokrasi di negeri ini masih dibayangi politik identitas. Berharap di masa yang akan datang pemilihan seseorang menjadi pemimpin murni karena kapasitas dirinya, bukan berdasarkan siapa keluarganya, darimana asal daerah, apa suku, atau apa agamanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun