Mohon tunggu...
Novelin Silalahi
Novelin Silalahi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Mahasiswa Studi Pascasarjana, Analisis Kebijakan Publik, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perempuan sebagai Ibu Bumi dan Nilai sebuah Keperawanan

5 Agustus 2021   10:30 Diperbarui: 5 Agustus 2021   12:00 1216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perempuan memiliki peran penting dalam regenerasi kehidupan. Namun di tengah peran penting tersebut masih banyak terselip persoalan perempuan, baik dalam ketidakadilan dan kekerasan terhadap perempuan.

Ketidakadilan ini merupakan pembatasan peran, pemikiran, perlakuan yang termasuk ke dalam pelanggaran hak asasi manusia antara perempuan dengan laki-laki. Bentuk ketidakadilan ini seperti gender termasuk di dalamnya subordinasi, stereotip gender, beban ganda, kekerasan dan marginalisasi. Kekerasan yang kerap terjadi kepada perempuan diantaranya kekerasan secara fisik, psikologis dan seksual dalam keluarga, masyarakat dan negara.

Beberapa diskriminasi yang terjadi di dalam beberapa tempat, seperti tempat kerja, diskriminasi yang kerap terjadi yakni pemisahan pekerjaan berdasarkan jenis kelamin, berdasarkan penampilan (good looking or not), pemakaian test keperawanan (virginity test), pertanyaan tentang status pernikahan (married or not), pelecehan seksual di tempat kerja, masa rehat perempuan pekerja yang melahirkan, cuti haid. Dalam pekerjaan informalnya seperti pekerja paruh waktu, pekerja rumah tangga, yang perlindungannya kurang baik.

Diskriminasi juga terjadi dalam test keperawanan sebagai prasyarat calon polisi wanita (polwan) dan calon prajurit tentara nasional Indonesia (tni), juga desas desus test keperawanan sebagai prasyarat calon istri anggota tentara.

Yang perlu kita pahami bahwa setiap perempuan memiliki selaput darah dengan bentuk yang berbeda. Ada perempuan lahir dengan selaput darah, namun ada juga perempuan terlahir tanpa selaput darah. Hal ini akan membuat kita sama sama memikirkan ulang test keperawanan sebagai alat ukur dalam ujian studi, menjawab keragu-raguan keperawanan dalam hubungan seksual pertama kali dalam pasangan suami istri, dan pro kontra terkait keperawanan lainnya dalam beberapa hal.

Negara lain sudah berfikir maju sampai keluar angkasa, tapi kita masih berkutat pada nilai sebuah keperawanan, pilunya negeri ini.

Sejatinya perawan atau tidaknya perempuan, mereka semua sama, perempuan perawan dan tidak perawan memiliki hak dan kesempatan yang sama. Jika kita sadari, laki-laki juga tidak pernah ditest keperjakaannya untuk kondisi yang sama tadi. Kita perlu menyadari bahwa diskriminasi itu harus dilawan dengan berfikir terbuka dan menyuarakannya.

Bicara kondisi kekinian saat ini, pada catatan tahunan 2020 komnas perempuan menyebutkan dinamika perempuan dalam himpitan pendemi. Terdapatnya kekerasan perempuan, kekerasan siber, pernikahan anak usia dini, dan keterbatasannya dalam penanganan di tengah pandemi covid. Berdasarkan bebeapa sumber survey menemukan beberapa dinamika perempuan pada masa pandemi seperti, beberapa perempuan bergantung pada usaha keluarga atau umkm, yang mengalami penurunan sumber pendapatan, pengurangan waktu kerja berbayar perempuan pekerja informal, beban ganda yang meningkat saat bekerja dari rumah dengan mengasuh dan mendampingi belajar anak dan pekerjaan rumah tangga lainnya yang menyebabkan meningkatnya stress dan kecemasan yang dampak jauhnya dapat berpotensi untuk menurunnya kesehatan jiwa.

Perempuan sebagai tenaga medis telah memberikan banyak bantuan dalam proses perjuangan pandemi. Belum lagi bicara soal perjuangan sosok ibu yang sedang mengandung anaknya dalam masa pandemi ini. Terimakasih untuk perempuan pejuang di masa pandemi ini, kalian hebat.

Teruntuk seluruh perempuan-perempuan Indonesia, didiklah diri kita, terus berjuang, selalu berkarya dan menginspirasi, darimu akan lahir generasi cerdas untuk pemimpin tanah ini. Terimakasih untuk setiap perempuan, Tuhan bersama Kita.

Ditulis oleh Novelin Silalahi -

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun