Pengelolaan PPK-BLUD dalam pengelolaan persampahan pada dinas / SKPD di kabupaten dan kota di Indonesia belum banyak dibuat. Padahal, penerapan PPK-BLUD banyak manfaatnya, selain penerapannya yang menggunakan prinsip efisiensi, high productivity, good corporate / financial management dan (bahkan) dibolehkan untuk profit seeking (tanpa mengabaikan prinsip utama (jaminan) pelayanan publik-nya).
Pengelolaan pelayanan umum yang disandingkan fungsi regulatory bersamaan dengan fungsi operasi pemberian pelayanan, pada titik tertentu akan menemukan conflict of interest, yang mengakibatkan pelayanan itu tidak professional dan output / keluaran pelayanan tersebut sangat tidak maksimal.Â
Pelayanan kebersihan persampahan yang saat ini jauh dari sempurna, bahkan baik sekalipun, amat patut mencoba penerapan PPK BLUD di Dinas / SKPD nya guna prinsip-prinsip diatas diaplikasikan, dan jasa/barang yang dihasilkan melewati batas kewajaran/baik, bahkan tembus pada tataran kepuasan.
Menuju PPK-BLUD di Dinas / SKPD di Kabupaten dan Kota tidak mudah, karena ada peraturan pedoman di tingkat kementerian (Permendagri) yang dirasa tidak mendukung / selaras dengan peraturan diatasnya, yaitu Peraturan Pemerintah (PP), baik itu PP mengenai BLUD itu sendiri ataupun PP mengenai Pengelolaan Keuangan Daerah-nya.Â
Menjadi penting untuk PPK BLUD diterapkan secara massif di kabupaten dan kota di Indonesia guna fungsi operasi pelayanan umum kepada warga menjadi baik. Untuk itu, sudah barang tentu melalui upaya revisi / merubah pasal yang ada di Permendagri itu menjadi penting adanya, yaitu merubah pasal atau menambah pasal untuk Dinas / SKPD dapat menerapkan PPK-BLUD.
Â
 Umum
Semenjak dilaksanakan perubahan sistem kepemerintahan di Indonesia pada awal tahun 2000-an yang mana ditandai dengan diterapkannya pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia, serta gemuruh Reinventing Government-nya David Osborne dan Ted Gaebler (dalam bukunya Reinventing Government: How the Entrepreneurial Spirit is Transforming the Public Sector) yang membisingkan birokrasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah pada awal-awal tahun 2000-an tersebut, telah membuat pemangku kebijakan dalam hal ini pemerintah dan DPR untuk merubah pola pelayanan umum di berbagai bidang untuk menuju prinsip Good Corporate Governance tersebut.
Semangat ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang (UU) No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Peraturan Pemerintah (PP) No. tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU), serta PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Melalui keempat peraturan perundang-undangan ini, babak baru pemberian pelayanan publik/umum kepada masyarakat telah terjamin untuk dikelola dengan efisien, produktif dan (bahkan) menguntungkan, dan tentunya memuaskan masyarakat yang menerima pelayanan umum tersebut.
Pelayanan umum ini dapat dilakukan oleh Lembaga / Kementerian di tingkat Pusat, Dinas atau Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota. Prinsipnya ini dapat dilakukan apabila kementerian/dinas yang secara Tugas Pokok dan Fungsi (TUPOKSI)-nya / (Rencana Strategis/Renstra-nya) mempunyai unsur pemberian pelayanan /Â services kepada internal organisasi / kementerian/ dinas-nya, atau bahkan juga kepada masyarakat umum.