Mohon tunggu...
Novel Abdul Gofur
Novel Abdul Gofur Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan di Bidang Kepemerintahan yang sudah pengalaman di sektor / isu pembangunan berkelanjutan selama 20 tahun

Lahir di Jakarta 28 Maret 1975 dan menempuh pendidikan S1 di UI Jurusan Adm Negara (FISIP) 2000, dan S2 di Makati, Phillipine, Asian Institute of Management (AIM), jurusan Development Management, 2005. Bekerja di sektor kepemerintahan untuk pembangunan berkelanjutan.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

BUMDes Persampahan, Contoh Ekonomi Sirkular di Desa

12 Februari 2020   23:08 Diperbarui: 13 Februari 2020   13:05 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terlepas minimnya kegiatan sosial dan ekonomi di desa, namun warga di desa tetap memproduksi sampah. Sehari-hari, sampah tidak bisa lepas dari kehidupan kita.

Dengan dorongan untuk mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin, banyak sekali perusahaan makanan dan minuman, serta perusahaan non makanan dan minuman (kebutuhan rumah tangga lainnya) memproduksi produk jualannya dalam jumlah eceran dan relative dapat dibeli oleh warga di desa, sampai ke pelosok. Minungan ringan yang kemasannya terbuat dari gelas dan botol plastic, mie instant, sampai dengan light snacks dikemas dengan plastic seperti biscuit, chocolate, dan bon-bon juga sudah ada di desa.

Begitu juga kebutuhan perlengkapan keluarga lainnya, ini dijual eceran dan tersedia di warung/kedia rumah. Sabun, shampoo, pasta dan sikat gigi, rinso, serta lainnya juga tersedia mudah di desa yang dalam bentuk sachet-an (ukuran kecil). Selain itu kebutuhan untuk pekerjaan pertanian, perkebunan dan perikanan tak luput juga dijual untuk skala kecil/rumah tangga. Artinya, dijual untuk ukuran warga yang berpenghasilan cukup/sederhana. 

Timbulah kekhawatiran. Timbulan sampah hasil penggunaan / konsumsi barang-barang tersebut tidak dikelola dengan bijak. Kemasan dari produk yang telah dikonsumsi warga tercecer dimana-mana! Sampah! Penyebabnya, rendahnya kesadaran untuk lingkungan bersih/bebas sampah, s/d minimnya intervensi structural (pelatihan, kampanye, peralatan, subsidi, dllnya) dari pemerintah desa/kabupaten.  Sampah dibuang begitu saja, diselokan, depan rumah, jalan desa, dan sungai-sungai/kali.

Semakin hari semakin banyak, dan pada saatnya kebakaran jenggot, khususnya saat ketika menjadi sampah masalah/bencana seperti banjir - diperkotaan, dapat membawa penyakit, kurangnya estetika suatu wilayah, dllnya. Pada tahapan ini pemerintah desa s/d kabupaten/kota tidak mampu menanganinya. Panen gangguan terhadap efektifitas sosial, lingkungan hidup, ekonomi dan kepemerintahan menjadi imbasnya.     

 

Ekonomi Sirkular 

Apakah pendukuk desa-desa di Pulau Jawa lebih dari 35 juta jiwa? Setiap harinya, penduduk di Indonesia dirata-ratakan menghasilkan 0.5 Kg. Secara umum, dari total sampah dihasilkan disuatu wilayah, hanya 10 sd 15 persen yang terdaur-ulang. Sisanya ada yang ke tempat pemrosesan akhir, TPA dan bahkan tidak sedikit yang tercecer di daratan, atau diselokan/comberan/kali/sungai dan berakhir di lautan (15 – 30% mencemari lingkungan perairan karena tidak tertangani). Indonesia penghasil polutan sampah ke-2 setelah Cina di Tahun 2018, dengan total pertahunnya 8 juta ton, dan 100.000 biota laut di terbunuh oleh plastik setiap tahunnya.

Bisa dibayangkan potensi sampah yang dihasilkan dan tidak terdaurulang dari puluhan juta penduduk desa tersebut. Sangat berbahaya apabila sampah ini tidak dikelola dengan bijak. Sudah terbukti ekosistem di darat dan laut terkena imbas buruknya, baik dari sisi lingkungan {pencemaran darat dan air (sungai dan laut)}, juga membahayakan bagi kesehatan. Ingat kasus telor ayam negeri dan kampung yang mengandung dioxin, suatu  kandungan kimia yang sangat berbahaya. Mengkonsumsi makanan dan minuman yang terpapar kandungan dioxin dalam jumlah tertentu, dapat menyebabkan penyakit kanker. 

Saatnya melihat sampah sebagai sesuatu yang bernilai. Sampah Organik maupun Sampah Non-Organik. Konsep ekonomi sirkular harus menjadi landasan utama dalam pengelolaan sampah! Ekonomi sirkular adalah ekonomi dimana sumber daya dinilai, digunakan secara efisien, dan hanya dibuang ketika materialnya tidak digunakan lagi (a circular economy is one where resources are valued, used efficiently and only discarded when their materials have no further use). Metode ekonomi sirkular bisa memungkinkan sampah kemasan memiliki daya guna dan nilai ekonomis. Tanpa pemahaman ekonomi sirkular, 95 persen nilai ekonomis bahan kemasan termasuk plastik sekali pakai akan hilang. Sebaliknya, dengan landasan ekonomi sirkular, 53 persen sampah bisa di daur ulang dan menghasilkan uang.

Ekonomi Sirkular pengelolaan sampah bisa diselesaikan dengan menjadikan sampah sebagai sumber daya (sebagai nilai dasar). DNA yang pertama adalah memilah sampah/daur ulang. Usaha daur ulang merupakan salah satu wujud sirkular ekonomi secara bertanggung jawab di Indonesia, dari tingkatan paling bawah RT/RW-desa sampai dengan perkotaan. Namun, usaha daur ulang tersebut akan mengalami kendala tanpa proses pemilahan sampah yang benar. Sampah non-organik tidak akan bernilai (plastic, dllnya) pabila dikelola daur-ulang dalam kondisi kotor (ada noda, minyak, lumpur, bau, dllnya).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun