Ngerinya akibat efek negatif melakukan hubungan seksual di luar nikah. Para orangtua harus lebih mengawasi pergaulan anaknya
Kompasianers, masyarakat kita, Indonesia, merupakan sekumpulan manusia beradab yang sejak dahulu memegang teguh pilar-pilar kehidupan bermasyarakat.
Termasuk urusan syahwat. Di luar koridor agama yang kita anut, tentu saja kegiatan tersebut amat sangat tidak menunjukkan sisi kemanusiaan yang hakiki.
Sebab, dalam pelajaran sosiologi sudah diajarkan bahwa manusia adalah makhluk sosial yang memiliki pranata sosial.
Ada aturan-aturan dalam masyarakat yang harus dipatuhi. Tidak saja mengenai bagaimana interaksi sosial atau cara kita bergaul dengan manusia lainnya, tetapi masuk dalam ranah privasi. Tentang seks.
Zaman sekarang bicara soal seks atau lebih tepatnya sex education, bukan lagi menjadi bahasan tabu dan tidak patut diperbincangkan di tengah khalayak ramai. Yang membedakan ialah cara penyampaiannya dan konteksnya.
Bahasan seks menjadi pendidikan dan pengetahuan tatkala disampaikan dalam ruang seminar, simposium, atau media pembelajaran lainnya.
Adalah tugas para orangtua bagi yang mempunyai anak milenial yang harus memberikan pemahaman tentang pengenalan diri sendiri, tubuh sendiri yang sangat tidak boleh disentuh sembarang orang.
Itu sama saja tindakan melanggar hukum dengan pasal pelecehan seksual. Namun, kegiatan seksual dilakukan atas dasar sukarela tanpa adanya ikatan pernikahan yang sah, Â itulah zina.
Hukum mengenai pelaku sendiri pun ada diatur dalam kitab suci masing-masing agama dan hukum negara. Sebab, aktivitas ini bisa merusak kehormatan dan kesehatan manusia.
Wahai para orangtua, mari terus menerus memberikan edukasi pada anak remaja kita tentang bagaimana kesadaran bahwa tubuh mereka adalah karunia pemberian Tuhan yang harus dijaga dengan baik, sampai tiba waktunya ada seseorang yang menghalalkan dalam ikatan lembaga pernikahan. Ini berlaku bagi lintas gender, baik laki-laki maupun perempuan.