"Mengulangi sesuatu secara terus menerus akan masuk ke dalam pikiran bawah sadar, dan pada akhirnya otak menjadi imun."
Derasnya arus pemberitaan di sosial media dari seluruh penjuru dunia sudah sangat tidak terbendung lagi. Dan sepertinya semua orang berlomba-lomba menjadi bahan pemberitaan yang viral, terkenal, heboh, booming, hits, tidak terlupakan dan pada akhirnya kabar atau kabar tersebut menjadi yang dicari-cari.
Ada banyak berita viral belakangan ini yang paling dicari-cari netizen. Sebut saja berita kisah KKN para mahasiswa di desa Penari yang berbau mistis itu, tentang kenaikan iuran BPJS yang konon sampai 100%, dan terakhir dan yang masih hangat di kalangan masyarakat berita tentang seorang doktor yang menulis disertasi tentang hukum zina yang menuai banyak kecaman karena melanggar norma agama dan pranata sosial.
Umumnya para Emak-emak dan kaum wanita menanggapi pemberitaan viral seperti diatas nulis status di wall masing-masing. Ada yang meluapkannya dengan kalimat sindiran, blak-blakan, kalimat sedih, nasehat, imbauan untuk tidak merepost dan sebagainya.
Dan tidak sedikit juga para netizen dari kalangan emak-emak malah asik 'gelud komentar' tentang berita-berita tersebut. Saling adu argumen sampai saling hina, menyerang personal menjadi totonan bagi sebagian yang tidak terjun di arena gelud tersebut.
Dapat dibayangkan akhirnya apa? Iya, baper (terbawa perasaan) yang mendalam , lalu sakit hati dan berantem dalam arti yang sebenarnya via dunia maya.
Kompasianers, ponsel yang berada dalam genggaman kita itu pada awalnya merupakan sebagai sarana komunikasi antar kita dengan tujuan memudahkan kita semua saling bersilaturahim walau tidak bertemu muka.Â
Pengganti badan diri bila keadaan tidak memungkinkan bersua. Seiring majunya teknologi, maka fitur-fitur dalam ponsel tersebut turut ditambah sesuai keinginan dan kebutuhan manusia.
Nah, Â keberadaan sosial media beserta berita viralnya pun gunanya untuk memudahkan kita mengetahui apa kejadian di luar sana yang jauh dari jangkauan. Jadi bisa ditarik kesimpulan secara mendasar, bahwa fungsi ponsel tetap untuk berkomunikasi. Titik.
Lantas mengapa banyak  sekali dari kita yang sulit sekali menahan jempolnya untuk 'menyakiti' orang lain dengan menuliskan kalimat-kalimat provokasi dan ujaran kebencian lainnya (hate speech) dengan mengajak serta orang lain untuk 'gelud' komentar? Apakah tindakan semacam ini bisa dimasukkan dalam kategori bijak dalam menyikapi berita-berita viral?