Mohon tunggu...
Nova SitiUmaya
Nova SitiUmaya Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mahasiswi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Life is Like Traffic Lights~ masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Aplikasi Double Movement Fazlur Rahman

10 Juni 2023   08:52 Diperbarui: 10 Juni 2023   09:20 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tulisan kali ini mungkin hanya sebuah sesi "sharing" ilmu yang saya dapat di perkuliahan. Sehingga teman-teman yang membacanya juga dapat mengetahui sedikit banyak tentang mata kuliah "Studi Kajian Islam". Anggap juga sebagai ajang untuk saya mereview materi kuliah agar tidak lupa, haha. Tapi ada satu tujuan utama saya menulis artikel ini, saat saya masih nyantri di salah satu pondok di Ponorogo, kyai saya pernah menitipkan pesan, ilmu akan bermanfaat dan menjadi amal jariyah apabila kita membagikannya atau mengajarinya kepada orang lain.

Okee tanpa berlama-lama lagi kita akan membahas dan berdiskusi, teman-teman pembaca bisa berdiskusi di kolom komentar. Pembahasan kali ini tentang tafsir hermeutika dari pemikiran seorang tokoh yang bernama Fazlur Rahman. Fazlur Rahman dikenal sebagai seorang yang visioner dan filsuf Islam kontemporer yang berfikir kritis. Adanya asumsi bahwa pesan moral al-Quran dapat beradaptasi dengan ruang dan waktu memotivasi para tokoh untuk melakukan kajian progresif terhadap al-Quran, salah satunya Fazlur Rahman tadi. Gagasan utamanya ialah penafsiran al-Quran kontekstual dengan pendekatan hermeneutik. Pendekatan ini dianggap cara baru dalam memaknai al-Quran, sehingga memunculkan pro dan kontra. Teori hermeneutika double movement Fazlur Rahman menawarkan dua gerakan yang saling berkolerasi antara satu dengan lainnya. Gerakan pertama, pergerakan dari situasi sekarang lalu mundur ke masa al-Qur'an diturunkan. Gerakan kedua, pergerakan dari masa al-Qur'an diwayuhkan ke masa sekarang.

Aplikasi metode ini membutuhkan pengetahuan asbabun nuzul ayat dan nasakh, serta sejarah sosial dan budaya pada masa kenabian dan saat ini. Menurutnya, perubahan sosial membolehkan aturan yang ada pada masa lampau untuk diadaptasi agar sesuai dengan zaman selama tidak melanggar prinsip. Terdapat tiga model kelompok terhadap pendekatan hermeneutik; pertama, kelompok yang meresepsi secara totalitas; kedua, kelompok yang tidak menerima secara utuh, dan kelompok yang moderat. M. Quraisy Shihab Shihab menggunakan metode hermeneutik double movement dalam kitab Tafsir Al-Mishbah. Beliau tidak menolak double movement secara keseluruhan dan tidak juga menerimanya secara utuh. Dengan alasan bahwa tidak semua aliran hermeneutika tersebut salah, karena ada yang bisa dimanfaatkan untuk memperkaya perspektif dalam penafsiran al-Quran. Namun, tetap berhati-hati untuk adanya kesalahan dalam aplikasinya, ada ketentuan yang harus dipatuhi, yaitu dengan tidak menafikan keberadaan redaksi ayat, tidak menghapus aspek hukum yang terkandung dalam Alquran, dan memerhatikan ayat secara holistik. Beliau menolak penggunaan hermeneutik double movement dalam menafsirkan ayat al-Quran jika batasan-batasan tersebut dihiraukan dan diabaikan.

Salah satu contoh aplikasi dari metode ini yang digunakan M. Quraisy Shihab adalah ayat tentang hukuman bagi seorang pencuri. Dalam al-Quran dijelaskan bahwa hukuman bagi seorang pencuri adalah dengan memotong atau melumpuhkan kemampuan tangan si pencuri tersebut. Namun dengan aplikasi metode double movement ini dalam tafsir Al-Misbah mengatakan bahwa potong tangan tidak diberlakukan kecuali pada pencurian barang berharga (mencapai dinar atau setara dengan 21 dolar Amerika atau 294 ribu). Selain berdasarkan harga barang curian, potong tangan juga dipengaruhi oleh aspek lain yang meringankan. Bila bukti pelanggaran cukup kuat, diberi ta'zir berupa hukuman penjara atau apa yang dinilai wajar oleh yang berwenang sesuai hukum yang berlaku di Negara.

Shihab menolak penggunaan teori ini pada kasus pembagian hak waris. Menurut Shihab, ketentuan warisan dua banding satu antara anak laki-laki dan perempuan merupakan ketentuan akhir yang berarti tidak ada ijtihad lagi untuk pembagian warisan berdasarkan redaksional ayat. Alasan adanya perubahan sosial dimana perempuan ikut mencari nafkah tidak dapat dijadikan argumentasi mengganti ketenuan Allah, karena perempuan tidak selamanya bisa mencari nafkah. Anggapan adanya ketidakadilan gender, Shihab menjelaskan bahwa komposisi laki-laki lebih banyak dari perempuan karena faktor kewajiban memberi nafkah ada pada laki-laki sebagai kepala keluarga, sehingga dua bagian yang diperoleh anak laki-laki harus dibagi dua, sedangkan apa yang dimiliki oleh perempuan tidak. Namun, Rahman mengatakan bahwa adanya kemungkinan perempuan mendapat warisan yang sama seperti laki-laki jika dilihat berdasarkan sejarah sosial masyarakat Arab ketika ayat turun. Bahwa pada intinya al-Quran sedang memperluas hak waris terhadap perempuan.

Mungkin hanya beberapa contoh kasus yang bisa saya hadirkan pada artikel ini. Semoga ilmu yang saya tuliskan tentunya bisa membawa manfaat bagi pembaca dan tentunya saya sendiri. Aamiin. Wallahu a'lam bissowab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun