“Persahabatan adalah kasih yang tidak berpusat pada diri sendiri” kalimat ini terus terngiang dalam ingatanku sejak seminggu yang lalu. Kalimat ini kudapat dari seorang staff asli Sulawesi namun sudah lama tinggal di Medan. Aku seolah diingatkan kembali bagaimana caraku bersahabat dengan beberapa orang yang sudah menjadi sahabatku semenjak kuliah. Dulu memang persahabatanku dengan dia cukup erat. Ketika dia kesulitan, sakit bahkan uang bulanan yang habis, aku ada untuk menolongnya. Demikian juga dia yang senantiasa menolongku ketika aku butuh pertolongan. Kami sering jalan berdua, shoping berdua, ke gereja berdua dan sering sekali dia atau aku nginap di kamar kami masing-masing.Keakrabanmembuat kami untuk memutuskan tinggalsatu kamar di kostannya.
Pagi sekali ketika aku baru bangun, dia datang mengetuk kamarku lalu membantuku membenahi semua barang untuk pindah ke kostannya. Hari pertama hingga beberapa bulan kami begitu menikmati kebersamaan kami. Apabila pagi hari kami tidak ada kuliah maka kami akan memasak berdua. Namun entah bulan ke berapa aku sudah lupa persis, sifatnya yang sensitif mulai kelihatan. Dia mudah tersinggung dan setiap berbicara padanya harus cukup hati-hati agar tak menghasilkan konflik. Satu hal lagi yang membuatku sangat kecewa adalah dia orangnya sangat pemalas dan jorok. Bagiku kriteria seorang perempuan tidak ada pada dirinya. Dia hanya nyuci pakaiannya jika sudah tak ada lagi pakaiannya yang bersih, bahkan seringkali dia meminjam pakaianku untuk dikenakan. Pun jika udah selesai nyuci, dia tidak akan pernah meyetrika. Lemarinya kosong melompong. Semua pakaian berserakan di keranjang pakaianku yang sudah tak pernah kugunakan lagi karena terlalu banyak pakaiannya di sana. Pakaian di kostan akan dipakainya dengan model keriting sementara jika ingin ke kampus atau ke luar atau ke gereja, dia akan sangat sibuk sehabis mandi untuk menyterika apa yang akan dikenakan. Hmmmm….aku sudah terlalu sabar melihatnya seperti itu.
Kamar hanya dia sapu seadanya. Jika bukan yang ngepel maka kamar itu akan seperti kamar tak berpenghuni. Piring-piring sampai mengeluarkan bau basi sisa-sisa makanan tak akan dicucinya hingga aku yang harus turun tangan. Kamar mandi sampai licin, lumutan, bak mandi hingga kuning tak akan bersih jika bukan aku yang membersihkannya. Dan terakhir hal yang paling menjijikkan adalah bekas pembalutnya tak pernah dibersihkannya. Dia mengumpulkan bekas pembalut itu hingga berbulan-bulan dalam sebuah kantong yang digantung di kamar mandi. Sudah sering aku memberitahunya agar segera dicucu dan dibuang, tapi yang ada hanya ekspresi marah, cuek dan tak didengar. Semua itu membuatku tidak betah dan persahabatan kami mulai mengendur. Aku kecewa dan seolah tak ingin lagi bersahabat dengannya. Sempat aku ingin pindah dan kembali untuk menyewa kostan sendiri saja tapi orangtuaku mengatakan lebih baik berdua supaya ada saling menjaga. Akupun tak berani menentang omongan orangtuaku.
Sifatnya membuatku menjadi biasa-biasa saja pada dia. Aku menjadi cuek dan tak mau tahu tentang permasalahannya. Apalagi saat ini penelitiannya sudah berapa kali gagal dan harus terus mengulang. Aku merasa kasihan dan ingin membantunya, namun sifatnya seringkali menggagalkan niatku untuk menolongnya. Kini persahabatan kami hanya berpusat pada diri masing-masing. Atau bahkan dibilang ini bukan lagi sebuah persahabatan. Setelah seminggu yang lalu kalimat arti dari persahabatan kudengar, aku seolah ditegur. Mengapa aku tak lagi mengasihinya seperti dulu. Mengapa aku tak bisa menerima keberadaannya yang malas.
Setelah bergumul selama seminggu, aku memutuskan untuk mengasihinya kembali seperti dulu. Kemarin sore aku menwarkan diri untuk menemaninya ke lahan penelitiannya. Lega rasanya aku bisa menolongnya kembali seperti dulu. Semoga saja persahabanku dengannya bukan lagi kasih yang berpusat pada diri sendiri, melainkan kasih yang mampu memberi, menolong ketika aku masih mampu untuk memberi dan menolongnya. Hanya saja aku tetap berusaha untuk menolongnya juga keluar dari penyakit malasnya dengan kalimat-kalimat halus atau pun terkadang sindiran-sindiran kecil.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H