Adanya pandemi dalam kondisi sekarang ini mengakibatkan timbulnya disrupsi didalam perdagangan internasional, dengan adanya itu sehingga menghambat pemerintah dalam upaya menjaga  dan menstabilkan daya beli masyarakat yang masih tergantung pada produk impor.
Wabah penyakit Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) berkembang dengan sangat cepat di berbagai negara, termasuk salah satunya adalahb Indonesia. Di Indonesia diketahui jika laju kontaminasi Covid-19 berlangsung secara masif di beberapa kota ataupun wilayah yang jika dototal secara menyeluruh kasus terpapar covid19 ini bisa mencapai 23.165 orang dan jika dipresentasekan sebesar 6,12%, data itu diketahui sedikit lebih rendah jika dibandingkan dengan global mortality rate. Akibat wabah virus ini , selain mengakibatkan adanya kesehatan krisis global juga mengeakibatkan disrupsi pada perdagangan internasional yang dilakukan oleh berbagai negara dalam upaya menyalurkan kebutuhan maupun kelebihan bahan baku yang ada di negaranya.
Kemudian untuk mengatasi dampak ataupun akibat dari wabah covid19 ini, pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan sesuai negaranya masing-masing. Di Indonesia sendiri salah satu kebijakannya yaitu kebijakan lockdown dan work from home. Disamping untuk mengatasi penyebaran Coronavirus Disease 2019 (Covid-19), kebijakan itu ternyata juga menimbulkan dampak yang signifikan diberbagai bidang.Â
Jika dililihat dari sisi penawaran (supply), kebijakan lockdown dan working from home menimbulkan efek kekurangan tenaga kerja yang ada dalam proses atau aktivitas produksi suatu perusahaan. Selain itu, kebijakan ini juga mengaharuskan pemerintah agar menutup pelabuhan pelabuhan air dan udara, yang mana hal itu akan menghambat proses distribusi dalam perdagangan internasional.Â
Diketahui berdasarkan data dari International Air Transport Association, disana menggambarkan jika terjadi penurunan kuantitas transportasi kargo internasional dan menimbulkan kerugian kurang lebih sebesar US$ 1,6 miliar. Sama halnya dengan kebijakan pemerintah dalam memutus penyebaran coronavirus ini yaitu menerapkan pembatasan ekspor (export restrictions) yang bertujuan melindungi pasokan barang domestik juga menimbulkan dampak negatif.
Sedangkan dari sisi permintaan (demand) juga menimbulkan adanya permasalahan dalam hal preferensi konsumsi yang menyebabkan adanya mismatch dalam penawaran dan juga permintaan. Dalam hal makanan, seperti dari Food and Agriculture Organization  telah menemukan terjadi peningkatan minat konsumen akan produk olahan makanan yang didalamnya terdapat cangkang atau kulit dan dikemas secara rapat dab higienis. Bahkan, para konsumen di beberapa negara tidak segan untuk menolak produk makanan yang asalnya dari Tiongkok.Â
Tidak hanya itu, kebijakan lockdown yang ditetapkan pemerintah juga mengharuskan pemerintah untuk  menutup akses pasar tradisional dan membatasi bahan pangan yang mengakibatkan peningkatan food waste. Dalam kondisi seperti diatas mengakibatkan supply and demand shocks, sehingga negara akan berupaya untuk memproduksi kebutuhannya didalam negeri dan diupayakan agar membatasi dalam hal ekspor produk ke negara lainnya.
Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan total keseluruhan impor bahan bahan pokok seperti minyak bumi, beras, gandum, daging, dan kedelai yang terjadi pada tahun 2019 masing-masing mencapai 40.926, 444, 10.692, 262, dan 2.670 ribu ton. Kekurangan dan kelangkaan barang barang tersebut adalah akibat dari terganggunya kegiatan perdagangan internasional khususnya impor sehingga akan memukul daya beli masyarakat. Dan jika hal itu berlangsung secara terus menerus maka akan menimbulkan konflik sosial yaitu bisa membuat "upah" penenganan pandemi akan semakin tinggi. Karena itu, diperlukan adanua upaya pemerintah untuk meminimalisir akibat dari adanya disrupsi didalam perdagangan internasional ditambah untuk mencegah timbulnya krisis kesehatan maupun krisis pangan.
Beberapa upaya dan ketetapan yang diberlakukan pemerintah untuk mengatasi permasalahan diatas yaitu :
- Menambah serta meningkatkan kualitas dan produktifitas pada sektor pertanian didalam negara dengan cara intensifikasi proses produksi itu sendiri dan meningkatkan dalam hal stimulus ekonomi baik untuk golongan petani maupun industri perusahaan.
- Mengurangi sekaligus meminimalisir disrupsi dalam perdagangan internasional dibidang rantai pasokan domestik dengan cara memaksimalkan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Seperti contohnya bisa melalui kerja sama pemerintah dengan penyedia jasa e-commerce, agar dapat mentransformasi sistem referensi harga pangan menjadi integrated food didalam marketplace yang nantinya interaksi antara produsen dan konsumen akan menghasilkan harga terbaik bagi keduanya.
- Mengoptimalkan peran dari food banks yang mana di Indonesia itu adalah Perum Bulog dan koperasi milik pemerintah daerah agar melakukan manajemen persediaan produk pangan, menstabilisasi harga produk itu sendiri, dan mendistribusikannya secara efektif.
- Keempat yakni Relaksasi dalam hal biaya bea masuk serta non-tariff barriers (kuota dan persetujuan impor) atas produk esensial.
- Menegaskan komitmen kelompok mitra dagang, utamanya bagi negara negara yang menjadi produsen pangan yaitu seperti Australia, Thailand, Vietnam, dan Myanmar agar tetap memberikan akses pasar dan tetap menyalurkan bahan pokok pangannya ke negara lain serta tidak melakukan export restrictions.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H