Kolaborasi dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs) di Indonesia memiliki 17 aspek tujuan, salah satu diantaranya adalah nomor 9 yang bertujuan sebagai Industri, Inovasi dan Infrastruktur. Mengenai tujuan SDGs tersebut, muncul sebuah inovasi Pemilu E-Voting dengan memanfaatkan sistem elektronik yang semakin berkembang pesat.
Metode pemilu E-Voting bisa diterapkan oleh pemerintah Indonesia dalam pemilu mendatang, dengan mempertimbangkan aspek kekurangan dan kelebihan serta persiapan yang matang untuk menerapkannya.
Pada dasarnya sistem voting elektronik atau E-Voting dapat dimaknai sebagai perpindahan proses pemilihan umum dari cara-cara manual ke dalam sebuah sistem yang menggunakan bantuan digitalisasi elektronik.
Pasal 23 ayat (1) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM (Hak Asasi Manusia), menyatakan bahwa “Setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya”, pasal tersebut telah menjelaskan adanya jaminan bagi setiap warga negara Indonesia untuk menentukan hak pilihnya dalam pemilu.
Pelaksanaan E-Voting dapat dilakukan di Tempat Pemungutan Suara (TPS) terdekat, dengan menggunakan layar monitor hak pilih yang telah disediakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Petugas di TPS akan membantu untuk pengisian identitas calon pencoblos dengan melakukan scan KTP, setelah itu seorang pencoblos beralih ke bilik layar mesin hak pilih untuk menentukan hak pilihnya secara LUBER JURDIL.
Sistem tersebut nantinya beroperasi sebagaimana harus memilih calon kandidat (tidak golput) dan tidak dapat memberikan suara lebih dari satu. Tujuan tersebut berupaya untuk meminimalisir terjadinya suara yang tidak sah dalam proses pemilihan umum.
Seorang pencoblos yang telah berhasil menentukan pilihan melalui mesin hak pilih, akan mendapatkan hasil kertas print-out untuk diberikan kepada petugas, kemudian petugas memberikan tinta ungu di salah satu jari pencoblos sebagai salah satu bukti bahwa seseorang tersebut telah menggunakan dan menentukan hak pilihnya dengan baik. Mesin tersebut nantinya juga dapat merekap hasil voting yang telah dipilih dari para pencoblos.
Proses pemilihan E-Voting memiliki kelebihan diantaranya lebih praktis dan lebih cepat, meminimalisir adanya golput dan suara yang tidak sah dikarenakan sistem sudah diatur untuk tidak memilih pilihan lebih dari satu dan harus memilih calon kandidat, serta dapat menyelamatkan pohon (paperless).
Disamping itu, E-Voting juga memiliki kekurangan diantaranya rentan diretas oleh hacker. Ada banyak jenis malware yang dapat digunakan untuk menyabotase sistem, seperti mengganti pilihan para pencoblos, mencuri data, dan merusak sistem hak pemilih yang dipakai untuk mencoblos. Sehingga Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus bekerjasama dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) untuk menanggulangi dan mengatasi adanya peretasan sistem maupun data.
Selain itu juga, E-Voting sulit dijangkau di daerah terpencil yang belum ada saluran internet, sehingga hal tersebut membuat KPU merasa kesulitan untuk mengakses internet di daerah tersebut.
Bagi daerah yang belum terjangkau internet nantinya tetap diadakan secara konvensional agar tidak menimbulkan kekosongan hukum bagi daerah yang belum terjangkau internet sesuai dengan Pasal 88 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberikan kesempatan kepada daerah yang belum siap terhadap E-Voting untuk tetap menggunakan pemilu konvensional atau manual dengan mencontreng atau mencoblos.