Mohon tunggu...
Novan Mardiansah
Novan Mardiansah Mohon Tunggu... -

Lahir di " Kota Hujan ", 20 November 1975. Menyukai pelajaran Bahasa Indonesia waktu di sekolah, mencoba jujur berapresiasi, penikmat kopi sejati...

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sepasang Kupu-kupu Putih (Setengah Fiksi)

2 Oktober 2010   15:58 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:46 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kupu-kupu kecil berwarna putih sekonyong-konyong hinggap di meja kerjaku. Aku tertegun, bukankah istriku tadi malam menceritakan hal serupa, ketika ia baru saja pulang dari menyanyi di sebuah Pub hotel bintang 4 tempatnya bekerja ? Bedanya, kupu-kupu yang menemui istriku hinggap di atas microphone.

Pagi, dikemudian hari,
Sepasang kupu-kupu terbang di teras rumahku.
" Pa...,Ma....ada kupu-kupu !" pekik anakku dari teras. Aku dan istriku saling berpandangan sesaat dan kemudian bergegas menuju teras.
" kupu-kupunya putih, Pa..! " pekik anakku lagi.
Pikiranku semakin gelisah, kematian.... ??? Ah...,kubuang jauh-jauh tahyul itu dari otakku.
" Kenapa kupu-kupu itu terbang di teras rumah kita, Pa ? Dari mana datangnya ? " pertanyaan khas anak-anak yang serba ingin tahu.
" Itu tandanya kita mau kedatangan tamu. " jawabku coba menjelaskan.
" Siapa ? "
" Papa juga gak tau, kita lihat saja nanti siapa yang datang..." jawabku datar.

Pagi, seminggu kemudian.
Aku dan istriku terbang di teras rumahku. Di dalam kulihat dua jasad berkain kafan, darah masih rembes membasahi kain kafan di bagian kepalanya. Tabrakan tengah malam tadi telah merenggut nyawaku dan istriku seketika. Orang-orang berkerumun mengelilingi jasadku dan istriku sambil melantunkan ayat-ayat suci Al Qur'an. Seketika mataku tertuju pada anaku yang menangis dipelukan orangtuaku yang juga tak sanggup membendung airmatanya. Tiba-tiba matanya membalas tatapanku, sepertinya ia teringat pada sepasang kupu-kupu putih yang pernah ia lihat tempo hari.
"Pa...,Ma....jangan tinggalin Sari...,katanya ada tamu, kok malah Papa sama Mama yang pergi ? " dengan mata berkaca-kaca penuh harap.

NB : Kok, tiga tulisan gua tanpa disengaja berturut-turut tentang kematian, ya ? ? :(

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun