Mohon tunggu...
Novan Mardiansah
Novan Mardiansah Mohon Tunggu... -

Lahir di " Kota Hujan ", 20 November 1975. Menyukai pelajaran Bahasa Indonesia waktu di sekolah, mencoba jujur berapresiasi, penikmat kopi sejati...

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Fragmen Sebotol Bir

30 Juli 2010   19:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:26 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

[caption id="attachment_210970" align="aligncenter" width="283" caption="forum.detik.com"][/caption] " Kenapa tidak kau habiskan ? " tanya sebotol bir yang tinggal setengah isinya. " Kepalaku pusing...." jawab seorang lelaki, sambil matanya tidak lepas menata layar televisi. " Tidak biasanya kau cepat mabuk, padahal baru setengah kau minum aku." " Bukan kau yang bikin kepalaku pusing." " Lantas ? " selidik si botol bir. Tanpa menjawab, lelaki itu menunjuk ke arah layar televisi. Sebuah tayangan berita tentang aksi demonstasi mahasiswa. " Kenapa ? " tanya si botol bir yang makin penasaran. " Aku khawatir anakku ikut-ikutan aksi tersebut." " Anakmu kuliah ? Hebat, jarang-jarang preman sepertimu mau menguliahkan anaknya." " Aku berharap, kelak anakku tidak mengikuti jejak bapaknya yang selalu meresahkan masyarakat dan  berbuat anarkis." " Lalu, apa yang membuatmu pusing ? " tanya si botol bir yang juga belum mendapatkan jawaban. " Bukankah seharusnya mereka itu ada di kampus, menuntut ilmu supaya nanti berguna bagi masyarakat ? " tanya lelaki itu polos. Si botol bir tersenyum meremehkan pertanyaan lelaki itu, yang dianggapnya naif. " Kawan, mahasiswa itu bukan melulu harus belajar di dalam kampus, mereka juga harus keluar membantu masyarakat menyuarakan aspirasinya..." jawab si botol bir, seakan bangga atas jawaban yang diberikannya. " Kan sudah ada DPR, untuk apalagi turun ke jalan ? " Kali ini si botol bir tertawa. " Macam tidak tahu saja, kawan ini, DPR sekarang tidak peduli lagi dengan rakyat, mereka sibuk mementingkan partainya saja." Lelaki itu terdiam, matanya masih menatap layar televisi. " Membantu masyarakat ? Tapi, adakalanya aksi demontrasi ujung-ujungnya malah meresahkan masyarakat, bahkan sampai bertindak anarkis !? " " Kalau begitu, untuk apa kuliah mahal-mahal, mending jadi preman sekalian seperti aku ! " lanjutnya. Kali ini si botol bir yang terdiam. Di layar televisi, aksi demo yang tadinya tenang berubah ricuh. Saling lempar antara demonstan dengan aparat keamanan terjadi, aksi bakar ban, merusak pagar pembatas jalan dan rambu-rambu lalulintas bahkan sesekali ada ledakan bom molotov dan senjata petugas keamanan silih bergantian. Jalanan ditutup, antrian panjang kendaraan terjadi dimana-mana. Seorang reporter salah satu stasiun TV mewawancarai seorang supir angkot perihal penutupan jalan tersebut : " Susah kalau begini terus, mana setoran belon dapet...." keluhnya. Tiba-tiba lelaki itu mencekik leher si botol bir. " Kau mau meracuni pikiranku ? " bentak lelaki itu sambil siap-siap melemparkan si botol bir " Mau kau kubuat bom molotov, dilemparkan demonstran hingga hancur berkeping-keping ? ? " Tiba-tiba anaknya pulang dari kuliah. " Ada apa, pak?" tanya anaknya heran melihat bapaknya membentak-bentak sebuah botol bir. Lelaki itu  tersenyum, mengetahui anaknya tidak ikut-ikutan aksi demo tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun