Di samping itu, tujuan teoretis dari studi fonetik ini adalah untuk mendeskripsikan, mengklasifikasikan, dan menunjukkan fungsi hubungan yang satu dengan yang lain. Sedangkan bagi ahli fonemik(fisiologi) tujuan teoretis kajiannya adalah menemukan dan memformulasikan hukum-hukumbunyi bahasa tertentu, dan pengenalan akan fungsi-fungsi bunyi bahasa itu. Di samping itu, tujuan teoretis dari kajian fonemik ini adalah untuk mendeskripsikan, mengklasifikasikan, dan menunjukkan fungsi hubungan antara satu bunyi dengan bunyi yang lain.Â
Kajian fonetik menjadi cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memerhatikan apakah bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak. Fonetik ada tiga jenis, yakni: (1) Artikulatoris, yakni fonetik yang melihat bunyi bahasa dari segi cara menghasilkannya. (2) Akustis, yakni fonetik yang melihat bunyi dari segi maujudnya sebagai gelombang bunyi. (3) Auditoris, yakni fonetik yang melihat bunyi bahasa dari segi penangkapannya. Fonetik akustis dan auditoris tidak dikaji secara mendalam dalam ilmu bahasa, hanya fonetik artikulatoris yang dikaji dalam ilmu bahasa. Di sini penulis akan menjabarkan klasifikasi yang menjadi medan bahasan fonetik yang meliputi struktur pembentuk bunyi secara komprehensif (Darwin D, 2021).
HAKIKAT FONOLOGI DALAM LINGUISTIK
Pada modul linguistik umum, Anda telah mempelajari linguistik sebagai ilmu bahasa, bukan? Nah, sebelum berlanjut pada hakikat fonologi, mari kita ingat kembali pengertian linguistik sebagai ilmu bahasa. Robins (1992:11) menyatakan bahwa linguistik berbeda dari kajian lain karena linguistik menggunakan Bahasa dan sekaligus mempelajari bahasa sebagaiobjek kajiannya. Menggunakan dan  mempelajari bahasa sebagai objek kajian tersebut tidak sekadar pada bahasa yang masih hidup, tetapi juga dapat dilakukan pada bahasa yang telah mati (Robins, 1992:4).Â
Contoh hal itu dalam konteks Indonesia adalah bahasa Sansekerta. Dengan demikian, jelaslah bahwa objek kajian linguistik adalah bahasa. Sehubungan dengan itu, linguistik sebagai suatu ilmu juga memiliki cabang-cabang dan bawahan yang membentuk hierarki atau tingkatan. Contoh hal itu dikemukakan Achmad dan Krisanjaya (2007:1.3), yaitu psikologi atau ilmu jiwa terbagi dalam bidang-bidang seperti psikologi kepribadian, psikologi perkembangan, dan lainnya.Â
Begitu pula dengan linguistik, terdapat pembidangan linguistik. Misalnya pada mikrolinguistik terdapat linguistik historis, fonetik, sosiolinguistik, dll., sedangkan pada makrolinguistik terdapat leksikografi, penerjemahan, grafologi, dll. (Kridalaksana, 1993: xxviii).Â
Bidang-bidang kajian linguistik tersebut membentuk hierarki atau tataran bahasa yang menggambarkan tata urut bahasa mulai yang terkecil hingga yang terbesar (Achmad dan Krisanjaya, 2007:13). Bidang linguistik yang mempelajari tataran bahasa paling tinggi atau paling besar adalah sintaksis (ilmu tentang kalimat), sedangkan bidang linguistik yang mempelajari tataran bahasa paling kecil adalah fonologi (dan Krisanjaya, 2007:13).Â
Dengan demikian, di manakah letak atau kedudukan fonologi dalam linguistik? Mengacu pada pendapat (Achmad dan Krisanjaya, 2007:13), tampak bahwa pembentukan hierarki tersebut didasarkan pada objek yang dikaji. Dalam hal ini yang dikaji fonologi adalah bunyi-bunyi bahasa, sehingga fonologi berada pada tingkat paling bawah. Bunyi-bunyi Bahasa tersebut akan membentuk kata, yang nantinya akan dikaji dalam bidang morfologi, yaitu ilmu yang mempelajari susunan dan bentuk kata. Kata-kata tersebut akan membentuk kalimat, yang nantinya akan dikaji dalam bidang sintaksis. Dengan demikian, dalam linguistik fonologi berada pada Tingkat dasar dalam sebuah tata urut bahasa. Dapat Anda pahami bukan?.(Dian Savitri, 2014).
Daftar Rujukan:
Darwin D, M. A. M. M. (2021). PARADIGMA STRUKTURALISME BAHASA: FONOLOGI, MORFOLOGI, SINTAKSIS, DAN SEMANTIK. Jurnal Semantika, 2(Semantika), 30–31.
Dian Savitri, A. (2014). Hakikat Fonologi.