Dalam puisi tersebut tergambar kondisi di sebuah negara yang maju. sebagian orang luar memandangnya sebagai negara yang subur, makmur, dan rakyatnya hidup akur. Ternyata menyimpan suatu sistem yang tak pernah dibayangkan oleh orang lain. Memang gaji disana tergolong tinggi namun kehidupan Hedonism juga mengontrol gaya hidup yang semakin meningkat. Hingga dalam puisi itu digambarkan para pekerja (prooletariant yang tak memiliki alat-alat produksi masal) seperti bermain drama di teater mereka memberikan ekspresi palsu dan berusaha tampil apik dihadapan orang lain. Sedangkan di belakang panggung ada sebuah keluarga yang harus diberikan makan.
2.PARA PRIAYI: Francois Maurice Mitterrand dan Francois Hollande.
Tapi bila skrip nakal itu dijahit oleh seorang selebriti, maka gerak-gerik dan lalu lalang menolongnya ialah suvenir nista untuk para penggemar dan penambang kesopanan. (hal. 6)
Ketika sebuah tindakan kriminalisasi hati (selingkuh) dijadikan sebuah sandiwara yang baik bagus kaum bourjuis. Bahkan dari kasus-kasus perselingkuhan itu mereka masih bisa mendapat pundi-pundi uang dari sebuah skrip nakal tersebut. Sedangkan kaum bawah hanya bisa dimanfaatkan dari kondisi tersebut yang seakan-akan membawa manfaat yang jelas namun ternyata tidak seperti itu.
3.RESTORASI SOSIAL: India.
Mereka menciptakan iklan untuk merebutkan pasar melalui televisi dan media massa lain. Berharap konsumen terus memberangkatkan fulus-fulusnya demi produk-produk favorit krim dan lulur pemutih. (hal. 18)
Para produsen kosmetik juga salah satu fenomena kapitalisme yang berhasil. Mereka berhasil mengusai bidang kesehatan dengan campuran tangan-tangan kapitalistik. Media-media mereka kuasai sehingga sumber pencarian berita dan pengetahuan warga-warga kemudian dibentuk suatu konstruksi yang baru sehingga mereka mengikuti kontruksi tersebut. Fenomena penguasaan media oleh produsen juga tergambar dalam film dokumenter yang berada pada platform Netflix yang berjudul "The Social Dilema". Dimana kita sebagai konsumen menganggap media membutuhkan kita namun ternyata konsumen bagi media-media tersebut adalah para pengiklan. Kita hanya dijadikan sebuah produk yang terrus dimanjakan oleh produk mereka.
4.GEROMBOLAN LIAR: Brasil.
Seperti Piala Dunia dimana tuan rumah menumbuh-renovasikan infrastruktur negara demi menghibur pemerintah, parlemen, maupun penonton. (hal. 34)
Ajang kompetisi olahraga juga tak luput dari pandangan kapitalisme. Sering kali ketika sebuah negara ditunjuk sebagai tuan rumah mereka tiba-tiba membangun infrastruktur yang sebelumnya menganggur. Sebuah fasilitas yang memnajakan mereka yang diatas dengan dalih orang penting. Kaum proletariant hanya bisa menikmati dengan cara membayar dengan iming-iming bahwa mendapatkan benefit yang sepadan.
Daftar Rujukan: