Rinjani merupakan gadis Bandung tulen yang melanjutkan studinya di Purwokerto. Ia merupakan mahasiswa fisika Universitas Jendral Gajah Dimungkur, baginya Purwokerto begitu asing terdengar, bahkan tidak masuk sama sekali dalam plan kelanjutan hidupnya. Sejujurnya Rinjani ingin melanjutkan proses belajarnya di tempat kelahirannya, Jawa Barat atau mungkin geser sedikit menuju Daerah Khusus Jakarta.
Rinjani memulai hidup di Purwokerto dengan tidak mudah, ia mengikuti beberapa organisasi yang ternyata membuatnya merasa tidak nyaman, hal ini dikarenakan dengan berbagai permasalahan yang terjadi. Pernah suatu ketika ia kabur untuk pulang ke rumah, berlari dengan air matanya yang terus menetes di kursi bus antar kota, wajar saja ketika itu Rinjani baru saja putus cintanya, dengan teman satu organisasinya pula. Karena itu, ia mendapatkan beberapa tekanan dari beberapa oknum yang tidak suka dengannya, hingga akhirnya Rinjani pulang sejenak mewaraskan emosinya.
Setelahnya Jani memberikan diri untuk speak up dan menguatkan tekadnya untuk keluar dari lingkaran toxic tersebut, hal ini menjadi pemicu dari beberapa rekan sejawatnya yang juga sudah merasa muak dengan keadaan tersebut, memang ternyata bukan hanya Rinjani yang merasakannya, tetapi juga ada beberapa juga yang bernasib sama.
Berbeda latar belakang dengan Rinjani, Aksara sendiri menjalani kehidupan studinya dengan mengikuti berbagai hal, ia seakan ingin mengeksplore semuanya, dari kuliner di Purwokerto hingga tempat hits yang sedang tren di media social.
Aksara sedari awal sudah fokus dalam dunia pers, ia bergabung dengan pers mahasiswa pada semester pertama, itu dikarenakan Aksa suka menulis sedari bangku sekolah dasar, namun minatnya semakin memudar digojlok kehidupan masa remaja dan awal dewasanya. Pers menjadi jalur Aksa belajar berbagai soft skill yang diminatinya.
Selanjutnya Aksara bergabung dengan himpunan program studinya, yang ternyata sangat menyita waktunya, project beragam akhirnya dituntaskan, dari program bulan Ramadhan, program kunjungan, program seminar, talkshow, dan juga workshop.
Dengan status yang sama-sama masih single, mereka berdua akhirnya mengikuti voulunteer di luar kampus, Gudang belajar Indonesia (GBI) merupakan wadah bagi para pemuda untuk melatih skill dalam mengajar dan public speaking, tidak hanya itu GBI juga melatih orang-orang untuk maintenance emosinya dalam menghadapi anak-anak dengan beragam mood.
Contohnya saja Aksara yang nyatanya dia sangat benci dengan anak kecil, "anak kecil itu pengganggu, mereka suka merecoki kegiatan orang dewasa", tuturnya. Baginya anak kecil hanyalah pengganggu, berbeda dengan Rinjani yang memiliki sifat kebalikannya. Tidak heran, Rinjani ialah si sulung dengan dua orang adiknya, adik pertama dibangku SMA dan adik keduanya dibangku sekolah dasar. Berbeda dengan Aksa yang merupakan anak tunggal dalam keluarga kecilnya.
Kala itu, acara pembekalan volunteer Gudang Belajar Banyumas (GBB) dibuka. Mereka berdua belum saling kenal, bahkan pikiran untuk saling bertukar nomor handphone pun belum terlintas. Aksara berangkat dengan kelima temannya, ada teman dari himpunan dan teman satu jurusannya. Sedangkan Rinjani, ia berangkat sendiri, hebat sekali bukan. Pantas saja Aksara jatuh cinta dibuatnya.
Selepas beberapa sesi, dari pembekalan materi hingga penukaran kado, Aksara barulah mendapati kehadiran Rinjani di bumi. Dari awal melihatnya, Aksara sudah punya niatan untuk memberikan hatinya, menepis segala keinginannya untuk menyendiri dalam beberapa tahun ke depan. Pada saat itu, Aksara belum memberanikan diri untuk menyapanya, bahkan setelah mendapatkan social media Rinjani, ia belum berani untuk mengirim pesan.
Aksara memang sudah mati rasa kala itu, dalam beberapa bulan kebelakang ia sempat dikecewakan, ditolak oleh sahabatnya sendiri. "Jadi benar, ya, bersahabat dengan lawan jenis tanpa sebuah rasa cinta sangat ayal nyatanya," terang Aksara setelah ditinggal Jingga dengan keretanya.