Bolehkah aku menerka nerka, setiap kali kulihat engkau menyendiri, menjauh dan hidup dengan duniamu.Â
Asing, ku lihat engkau berganti wajah. Tak lagi kukenali. Engkau menjelma orang yang tak pernah aku temui sebelumnya.
Helaan nafasmu memburu cepat, naik turun seperti pelari kehabisan oksigen. Matamu liar tanpa menyadari sekelilingmu. Engkau sedang apa ?
Tak lagi kusadari, engkau dingin seperti salju di ujung gunung. Membeku dikala pagi hari lalu mencair dikala siang. Dan hilang kembali di sore hari, hingga malam kembali membuatmu beku.
Tak lagi bisa ku gapai tanganmu, Kebas saat ku coba berkali kali. Tanganmu tak pernah lagi dapat kusentuh. Tanganmu bergerak menepis, cepat, kasar dan menyakiti.
Dulu, kita berjanji sehidup semati. Hanya ajal yang memisahkan. Tapi kini, janji itu sudah terlupakan. Saat hidup seperti mati walau ajal belum menghampiri.
Aku harus berbuat apa ? Merayumu kembali, mengejarmu tanpa malu, mengirimimu  bunga  , menunggumu hingga larut, Mintalah kepadaku bila itu yang kau mau
Yang kutahu waktu masih bergulir, lambat sekali. Aku menghitungnya detik demi detik. satu satu hingga ku yakin waktu akan menjadi obat. Walau tak pernah ku tahu kapan dirimu kembali seperti dulu. Yang menyambutku saat ku jatuh, yang mendukungku walau belum sempurna. Yang menemaniku saat ku pergi  jauh. Yang menghiburku saat ku kehilangan akal.Â
Aku takkan menyerah, aku takkan melepasmu, aku takkan mundur walau sehelaan nafas. Aku masih sama seperti yang dulu, menjadi perisai  yang menjagamu.Â
Solear, 23 Juli 2024