Mohon tunggu...
Novaly Rushans
Novaly Rushans Mohon Tunggu... Relawan - Relawan Kemanusian, Blogger, Pekerja Sosial

Seorang yang terus belajar, suka menulis, suka mencari hal baru yang menarik. Pemerhati masalah sosial, kemanusian dan gaya hidup. Menulis juga di sinergiindonesia.id. Menulis adalah bagian dari kolaborasi dan berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Daya Beli Turun Akankah Berdampak pada Kedermawanan Sosial?

14 Agustus 2023   10:14 Diperbarui: 14 Agustus 2023   18:20 745
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pasar | Sumber; Kompas.Id/Hidayat Salam

Daya Beli Turun Akankah Berdampak pada Kedermawanan Sosial?

Daya beli turun menjadi hal yang mungkin terjadi, bandul ekonomi pasca pandemi-19 sejatinya terkerek naik. Ekonomi mulai bergeliat. Pembatasan pergerakan sudah ditiadakan. Semua kantor, pabrik, pasar dan pusat keramaian ekonomi sudah naik ke level normal.

Sepanjang tahun 2023 pertumbuhan ekonomi Indonesia menurut data BPS mampu tumbuh tinggi pada kuartal II-2023 tercatat menembus 5,17% (yoy). Angka ini di atas ekspektasi analis pasar.

Dalam pertengahan tahun 2023 saat pertumbuhan ekonomi berkibar dengan angka yang bagus data survei yang di lakukan Bank Indonesia memberikan sinyal adanya penurunan daya beli. Hal ini dilihat dengan indikator data survei Indeks keyakinan konsumen (IKK) periode Juli 2023 yang menurun.

Pada Juli 2023 tercatat skor 123,5, angka ini melorot dari bulan Juni 2023 dengan skor127,1 dan bulan Mei di angka 128,3. Dari data ini terlihat penurunan terjadi di tengah tahun. Hal ini juga bisa dilihat dari data penurun Indeks Ekspektasi Kondisi Ekonomi Dari skor 116,8 turun ke 113,8 dan Indeks ekspektasi konsumen (IEK) Juli 2023 dari skor 137,5 turun ke angka 133,3.

Alarm penurunan daya beli mungkin sudah terasa dengan sepinya dan menurunnya omset pedagang kecil. Pasar tradisional di perumahan saya juga sudah terlihat berkurangnya pembeli dan turunnya omset. Walau hal ini perlu survei yang kompeten agar tidak subyektif.

Saya sendiri mengakui ada pengereman pengeluaran setelah bulan puasa, karena ada 2 pengeluaran besar yang menunggu, pembayaran biaya semester dua anak saya yang lumayan besar. 

Belum lagi naiknya pengeluaran konsumsi karena beberapa harga bahan pokok naik, seperti telur, ayam dan saat ini yang paling mencolok adalah naiknya harga beras.

Bila harga beras sudah naik, pasti akan menaikkan harga konsumsi lainnya. Penjual terpaksa menaikkan harga dan konsumen harus membayar lebih mahal.

Saya sendiri tertarik melihat pengaruh daya beli menurun dengan angka pengeluaran untuk donasi sosial atau pengeluaran seperti sedekah. Sebagai orang yang bekerja dibidang sosial, saya mencatat memang ada penurunan namun tidak signifikan.

Bahkan ketika program berkurban pada akhir Juni tidak semua lembaga merasakan penurunan karena masih ada lembaga yang tetap baik malah mengalami peningkatan. Hal ini terkait dengan strategi dalam filantropi dan layanan donatur.

Dalam lansiran data Jaringan Pemotong dan Pedagang Daging Indonesia (JAPPDI) dan penjual hewan kurban yang di beritakan bisnis.com, ada kenaikan 33% angka pembelian hewan kurban dari tahun sebelumnya. Walau dibayangi isu penyakit mulut dan kuku (PMK), penjualan hewan kurban cukup moncer.

Donasi Sosial Tergantung Momentum 

Harus diakui donasi sosial dan kemanusian sangat terpengaruh oleh sentimen dan momentum. Baik momentum ibadah keagamaan atau momentum event. Yang dimaksud event seperti event sunatan massal, event lebaran yatim atau event rutin jumat barokah.

Orang Indonesia tercatat sebagai negara paling dermawan di dunia. Dalam rilis World Giving Indeks (WGI) pada 2021, Indonesia menempati urutan pertama dengan skor 69%. Angka ini naik 10% dari skor tahun 2018 yang tercatat 59%.

Hebatnya orang Indonesia memiliki catatan menyumbang yang tinggi untuk orang asing alias orang yang tidak dikenal dan memiliki ketertarikan terhadap dunia relawan (volunteer) tiga kali lebih besar. Data-data ini mudah sekali dirasakan secara langsung.

Saat pandemi Covid-19 tingkat kedermawanan dan kerelawanan orang Indonesia sangatlah tinggi. Pembatasan pergerakan orang tidak menyurutkan orang Indonesia membantu saudaranya yang terkena covid-19. 

Di perumahan terasa sekali saling berjibaku memberikan makanan siap santap dan menyediakan tabung oksigen gratis untuk penyintas Covid-19 saat terjadi lonjakan Covid-19.

Saya sendiri saat terkena Covid-19 pernah dibantu relawan yang khusus naik sepeda motor dari Jakarta Selatan ke rumah saya yang jaraknya lebih dari 120 km untuk memberikan obat herbal dan vitamin. 

Saya sampai terharu dengan pengorbanan relawan kemanusian ini, sayang saya tak bisa menemui relawan karena tidak memungkinkan karena takut menulari.

Tetaplah Dermawan Walau Daya Beli Turun

Penurunan daya beli di tengah tahun sebenarnya bisa terjadi karena pengeluaran pendidikan yang cukup menyita keuangan. Ini yang saya alami sendiri, di tengah tahun saya harus mengeluarkan biaya perpisahan anak saya yang TK sekaligus membayar biaya masuk SD swasta yang cukup menguras isi dompet.

Saya juga harus membayar biaya study tour anak saya ke Surabaya, Malang, dan Yogya. Biaya juga mengaduk aduk dompet dan tas istri saya. Di bulan Agustus sudah menanti pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang sudah saya sebutkan di awal tulisan ini.

Mungkin hal ini juga dirasakan oleh keluarga lain yang harus mengeluarkan biaya pendidikan yang lumayan besar. Selain juga angka inflasi juga naik terutama untuk komoditi yang terkait konsumsi Masyarakat.

Yang ingin saya siratkan dalam tulisan pendek dan sederhana ini, daya beli saat ini sedang turun dengan berbagai alasan, dampaknya menurunnya omset dari pedagang dan penjual. Bila hal ini berlangsung lama dan angkanya terus turun bisa berakibat cukup berbahaya.

Namun harus diingat, masih banyak orang yang kurang beruntung. Lihatlah sekitar kita, perhatikan saudara, tetangga terdekat adakah yang membutuhkan bantuan. Kalau level ekonomi menengah mengalami penurunan daya beli bagaimana dengan orang yang berada di posisi pra sejahtera.

Mereka mungkin sudah tak punya daya beli secara normal, tidak bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari. Daya beli boleh turun namun semangat berbagi, nilai-nilai kedermawanan tidak boleh turun.

Mungkin angka berbagi kita turun tapi tetaplah terus menebar kebaikan. Bila ini menjadi gerakan maka bisa jadi daya beli akan terungkit naik kembali. Karena daya beli dari orang yang kurang beruntung tetap terjaga.

Karena bangsa Indonesia adalah bangsa yang sangat peduli dan memiliki semangat bergotong royong. sebuah nilai kearifan yang cuma ada di bangsa besar Ini.

Yuk, saling berbagi...

Salam Bahagia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun