Mohon tunggu...
Novaly Rushans
Novaly Rushans Mohon Tunggu... Relawan - Relawan Kemanusian, Blogger, Pekerja Sosial

Seorang yang terus belajar, suka menulis, suka mencari hal baru yang menarik. Pemerhati masalah sosial, kemanusian dan gaya hidup. Menulis juga di sinergiindonesia.id. Menulis adalah bagian dari kolaborasi dan berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kemiskinan, Siapa yang Peduli?

24 Juni 2023   07:28 Diperbarui: 24 Juni 2023   07:33 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Data BPS pada September 2022 mencatat angka kemiskinan di Indonesia sebesar 9,57% secara nasional atau setara dengan 26,36 juta orang . Sedang angka kemiskinan ekstrem tercatat di angka 1,74. Diluar angka itu bukan berarti seluruh penduduk Indonesia sudah sejahtera. Tidak seperti itu.

Angka rentan miskin jauh lebih tinggi, untuk menentukan seseorang dinyatakan miskin akan berbeda beda sesuai parameter yang digunakan.

Kemiskinan adalah masalah yang selalu ada, mungkin sejak manusia   memiliki cara untuk menghasilkan pendapatannya.  Indonesia sebagai bangsa besar sekaligus pemegang rekor negara nomor empat penduduk terbesar didunia. Tercatat sebagai negara yang memilki jumlah penduduk miskin yang tinggi. Walau telah berhasil menurunkan angka kemiskinan. Kemiskinan masih menjadi problem bangsa.

Para pendiri bangsa ini sejatinya sudah menyadari kemiskinan akan menjadi problem sepanjang zaman, maka amanat UUD 1945 sudah mencantumkan pasal pasal  dan ayat agar negara menjadi pihak pertama dan utama untuk menyelesaikannya.

infografis-kemiskinan2-6495c13510d8e02d2e698572.jpg
infografis-kemiskinan2-6495c13510d8e02d2e698572.jpg

Namun usaha pemerintah belum jua menemui hasil yang maksimal. Kemiskinan terus menjadi penyakit kronis. Semua rezim yang telah memerintah negeri ini belum ada yang benar benar serius membuat kebijakan yang lengkap menyeluruh , berkelanjutan dan powerfull.

Kebijakan mengentaskan kemiskinan  masih bersifat parsial, insidental dan hanya menyentuh masalah kulit luar bahkan hanya bersifat seremonial . Tidak ada kebijakan jangka panjang. Ganti rezim ganti pula gaya penanganan.

Kemiskinan malah menjadi bahan 'jualan' Ketika masa kampanye. Janji janji surga untuk 'wong cilik'  yang lenyap ketika berkuasa. Tak ada yang peduli karena kemiskinan yang akhirnya tertutupi oleh 'prestasi' infrastruktur dan  kemegahan modal asing yang masuk.

Prestise pembangunan seperti kereta api cepat, LRT, MRT,  Jalan Tol, Pelabuhan, Bandara baru, hanya melayani orang orang kota yang punya kepentingan dan uang. Orang orang miskin mendapatkan 'tetesan' dari dampak prestise pembangunan. Jumlahnya tidak signifikan.

Akses pekerjaan malah didapatkan dari pekerjaan berbasis teknologi IT, maka ratusan ribu terserap menjadi pengemudi daring, pengantar paket transaksi online. Walau diakhir perkembangannya perusahaan  perusahaan tersebut terguncang juga , sebagian menyerah tutup atau mengurangi sebagian besar pekerjanya.

Negara ini masih berkutat dengan bahasa 'subsidi' yang menjadi beban bagi keuangan negara. Pajak yang ditarik dari warganegaranya. Pendapatan dari usaha usaha badan milik negara dan daerah nyatanya belum memberikan kesejahteraan para penduduknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun