Anak laki laki yang  menjadi harapan besarnya. Anak yang kelak menjadi sulung dari tiga saudara laki laki lainnya. Aku tumbuh hingga berumur tujuh bulan sebelum dijemput ketika libur sekolah pada Juni 1976.
Kepindahan Ibu dan aku membuat kesedihan dikeluarga besar ibu dan ayahku di Pesisir Barat. Bayi  gemuk dan menggemaskan itu akan  pindah dan tumbuh di Jakarta.
Ibuku dan aku kembali tinggal di rumah sewaan di Harapan Mulia. Rumah mungil dan sedehana itu kini lebih ramai karena tawa dan tangis bayi tujuh bulan. Secara administrasi  aku didaftarkan lahir di Jakarta bukan di Lampung. Cerita ayahku, lebih mudah mengurus akte kelahiran di Jakarta ketimbang di Lampung begitu alasan ayahku.
Ibuku mulai mampu beradaptasi lebih cepat. Kurang lebih 10 bulan Ibuku pulang kampung untuk melahirkan. Kini , Ibuku memiliki kesibukan  mengurus bayinya. memandikan , menyusui dan memberinya makanan. Bayi yang begitu ia sayang.
Ketika aku berumur 1 tahun  Ibuku kembali hamil anak kedua. Kali ini Ibuku tidak Kembali ke Pesisir Barat. Ayahku memutuskan persalinan anak kedua di Jakarta karena akan merepotkan bila harus bolak balik Jakarta-Lampung.
 Nenekku untuk sementara tinggal di Jakarta menemani  Ibuku melahirkan anak keduanya. Sementara aku sedang belajar berjalan.
Adikku lahir pada Juni 1977 disebuah klinik persalinan. Adikku laki laki dan diberi nama Ardiansyah. Jarak aku dan adikku tidaklah terlalu jauh. Jadilah rumah sewaan mungil dan sederhana kami semakin ramai. Dan bersyukur ayahku mampu membeli  sepeda motor Suzuki A100 berwarna merah.
Sepeda motor itulah yang menjadi alat transportasi kami berempat. Bila sore tiba selepas mengajar ayahku mengajak kami untuk sekedar berjalan jalan di Monas. Disebuah taman yang ada air mancur. Semasa kanak kanak , aku masih ingat berlarian bahagia diantara para pengunjung lainnya. Diantara rumput yang cukup luas . Lalu ketika akan pulang , selalu ada  perlombaan untuk mengenali sepeda motor ayahKU.
Aku selalu menang untuk bisa mengenali dan berhasil mencapai sepeda motor ayahku. Sebelum maghrib kami Kembali ke rumah sewaan di Harapan Mulia. Jarak Monas dan rumah tidaklah jauh bila menggunakan sepeda motor.
Seingatku, jalan jalan sore ke Monas hampir dilakukan setiap hari. Dan aku tak pernah bosan . Kadang aku dan adikku diajak nonton bioskop. Walau terbilang jarang tapi aku masih ingat beberapa adegan film Kingkong yang aku tonton. (Bersambung...)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H