Dalam beberapa hari terakhir, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menjadi perbincangan hangat para elit politik tanah air lantaran dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri oleh Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia (Bawaslu RI).
Laporan tersebut dilancarkan Bawaslu karena PSI diduga telah melakukan kampanye berupa penayangan iklan di salah satu media cetak tertanggal 23 April. Iklan tersebut berisi polling calon menteri dan calon wakil presiden yang layak untuk mendampingi Presiden Joko Widodo. Bawaslu menduga, hal itu merupakan bentuk kampanye, sebab, PSI memuat nama, lambang, serta nomor urut peserta Pemilu 2019.
Ada yang menarik dengan perseteruan antara Bawaslu dan PSI ini. Jika diamati, sepertinya ada motif terselubung di balik pelaporan tersebut.
Titik persoalannya sepertinya bukan terletak pada kampanyenya atau pasang iklannya di salah satu media cetak. Tapi daftar nama-nama Cawapres yang disodorkan PSI itulah yang menurut saya menjadi masalah.
Bagaimana tidak menjadi masalah, dari ke-12 nama Cawapres Jokowi yang direkomendasikan PSI, tidak dicantumkan nama Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar alias Cak Imin. Yang lebih parahnya lagi, PSI malah mencantumkan Ketua Umum GP Anshor, Yaqut Cholil Qoumas (Gus Yaqut). Padahal, secara senioritas, Gus Yaqut merupakan yunior dari Cak Imin.
Oke. Di tubuh Bawaslu, ada salah satu anggotanya yang memiliki hubungan kedekatan dengan Cak Imin. Anggota tersebut, yakni Mochammad Afifuddin. Ya, Afif yang baru diangkat menjadi anggota Bawaslu ini adalah mantan aktivis organisasi mahasiswa yang sama dengan Cak Imin. Organisasi tersebut adalah Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).
Awalnya, rilis nama-nama Cawapres rekomendasi PSI itu tidak dicetak. Pihak PSI hanya memuatnya melalui pdf dan hanya dipajang di websitenya. Tapi entah kenapa mereka dengan polosnya melabrak aturan pemilu, pasang iklan di salah satu media cetak lengkap dengan logo dan nomor urutnya.