Pada awal september 2022 para peserta didik dikejutkan dengan pengumuman yang disampaikan oleh Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia (Kemendikbudristek). Ia menyampaikan tentang transformasi seleksi masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN), mengalami perubahan terhadap mekanisme Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) pada Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Siaran Pers Kemendikbud Ristek menjelaskan bahwa terjadinya penghapus Tes Kemampuan Akademik (TKA) pada UTBK SBMPTN 2023. Perubahan tersebut menuai kontra para peserta didik yang nantinya akan melakukan SBMPTN tahun 2023.
UTBK SBMPTN hampir tiap tahunnya mengalami sebuah perubahan terhadap mekanisme yang akan dijalankan. Pemerintah dianggap tidak konsisten sehingga membuat para peserta didik merasa kebingungan terhadap perubahan yang terjadi pada tiap tahunnya. Keadilan yang ditekan sebagai alasan perubahan mekanisme dinilai tidak sesuai dengan asas keadilan bagi peserta didik. Penghapusan TPA justru membuka peluang besar terjadinya Lintas Jurusan (Linjur) yang dilakukan oleh peserta didik golongan SAINTEK sehingga sedikit memberikan peluang bagi peserta didik golongan SOSHUM yang tidak dapat melakukan lintas jurusan.
Mengadakan kegiatan penerimaan Mahasiswa Baru merupakan kegiatan yang dilandaskan oleh UU Nomor 12 Tahun 2012 Pasal 73 ayat 7 tentang Pendidikan Tinggi perlu menetapkan sebuah peraturan Penerimaan Mahasiswa Baru Program Sarjana pada Perguruan Tinggi Negeri. Tiap tahun dikeluarkan sebuah Peraturan Menteri pendidikan dan kebudayaan tentang Penerimaan Mahasiswa Baru Program Sarjana Pada Perguruan Tinggi Negeri yang disesuaikan dengan mekanisme yang akan dijalankan. Melihat regulasi hampir tiap tahun mengalami perubahan dapat menjadi sebuah tantangan bagi pemerintah untuk konsisten dalam menjalankan sebuah satu landasan kebijakan yang dapat diimplementasikan dalam jangka waktu panjang.
Nadiem menjelaskan alasan untuk melakukan sebuah transformasi seleksi masuk PTN yaitu dilandaskan keadilan seperti tidak membebani peserta didik pada lembaga belajar dan Orang tua tidak terbebani oleh finansial untuk bimbingan belajar tambahan. fenomena tersebut tentunya tetap terus ada jika layanan pendidikan suatu lembaga ataupun swasta jauh lebih baik jika dibandingkan dengan layanan pendidikan yang telah diberikan oleh pemerintah. Jika tidak ingin membebani peserta didik dengan sebuah lembaga belajar tambahan, pemerintah perlu memaksimalkan ruang belajar sebagai wadah peserta didik untuk mempersiapkan diri mereka dalam menghadapi UTBK SBMPTN. Sehingga dapat memberikan peluang yang sama kepada peserta didik yang tidak memiliki finansial yang cukup untuk mendapatkan tambahan belajar di luar sana.
Perubahan menghapus tes TPA dan hanya melakukan tes TPS sebelumnya telah dilakukan pada ujian UTBK SBMPTN tahun 2020, dikarenakan pandemi yang terus meningkat sehingga pemerintah menentukan sebuah alternatif untuk mempersingkat waktu UTBK dalam rangka menjaga persebaran covid-19 namun tetap bisa melaksanakannya ujian SBMPTN.Â
Para peserta didik yang ingin menjalankan UTBK SBMPTN 2020 memberikan respon bahwa sangat disayangkan tidak adanya TPA dikarenakan mereka selama tiga tahun sekolah telah menyiapkan diri untuk menguasai materi TPA yang akan digunakan dalam UTBK SBMPTN namun ditiadakan, disisi lain mereka menganggap akan besarnya peluang lintas jurusan yang merugikan salah satu belah pihak dikarenakan tidak memenuhi syarat untuk dapat melakukan lintas jurusan. Dapat dinilai jika UTBK SBMPTN tahun 2020 tidak memberikan sebuah dampak positif yang besar bagi para peserta didik. Sehingga jika hal tersebut akan diterapkan di tahun 2023 tentunya bukan merupakan sebuah transformasi untuk memperbaiki seleksi masuk PTN.
Inovasi yang dibuat oleh kemendikbudristek terhadap seleksi masuk PTN tentu sangat diharapkan dapat diterima dengan baik oleh para peserta didik, namun jika melihat beberapa permasalahan yang bertumpuk tentunya perlu ditinjau kembali apa yang diinginkan oleh para peserta didik dalam regulasi seleksi masuk PTN. Sering kali perubahan yang dibawa tidak memiliki nilai baru jika dibandingkan dengan mekanisme terdahulu. Pemerintah dapat berfokus kepada perubahan yang dapat mempersingkat rangkaian SBMPTN mengingat jadwal pendaftaran hingga pengumuman membutuhkan waktu yang cukup lama sekitar 3 (tiga) bulan. Waktu yang cukup lama tentu membuat rendahnya transparansi terhadap hasil SBMPTN sehingga membuat stigma di masyarakat bahwa mengikuti ujian tersebut hanyalah sebuah untung-untungan saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H