Politik identitas adalah strategi politik di mana identitas kelompok tertentu seperti agama, etnis, ras, gender, atau orientasi seksual, digunakan sebagai dasar untuk mobilisasi politik dan pembentukan aliansi. Dalam konteks ini, identitas kelompok menjadi alat utama untuk mendapatkan dukungan, membentuk loyalitas, dan bahkan membangun kekuatan politik.Politik identitas muncul dari kebutuhan individu dan kelompok untuk diakui dan diperjuangkan dalam ruang politik yang lebih luas. Dalam masyarakat yang beragam, identitas sering kali menjadi faktor pemersatu yang kuat, memungkinkan kelompok-kelompok tertentu untuk menuntut hak-hak mereka, melawan diskriminasi, atau mempromosikan keadilan sosial.
Salah satu politik identitas yang sering digunakan adalah agama di mana politik ini mengangkat para ulama atau kiyai besar sebagai pandangan untuk mencari massa, sehingga menimbulkan kontra terhadap masyarakat.Di samping itu politik identitas agama dapat menjadi alat bagi kelompok masyarakat untuk memperjuangkan hak-hak mereka, terutama jika mereka merasa terpinggirkan atau tidak mendapatkan representasi yang memadai. Namun, di sisi lain, strategi ini sering kali digunakan untuk menciptakan polarisasi, dengan membangun narasi "kami" melawan "mereka" yang memecah belah masyarakat berdasarkan identitas keagamaan.
Bahkan di dalam politik identitas agama memiliki kekuatan seperti, daya tarik politik identitas agama terletak pada kemampuannya menyentuh sisi emosional dan spiritual masyarakat. Agama bukan hanya sekadar keyakinan, tetapi juga bagian tak terpisahkan dari identitas individu maupun kelompok. Ketika agama dihubungkan dengan isu-isu politik, masyarakat cenderung merespons dengan antusiasme yang lebih besar karena merasa bahwa keyakinan dan nilai-nilai mereka dipertaruhkan. Dalam hal ini agama di gunakan,bahkan di manfaatkan untuk menarik simpati masyarakat agar ikut terjun dan bergabung untuk mencari sebuah suara .
Dalam kasus di negara kita Indonesia,politik identitas agama sering kali digunakan untuk meraih dukungan dalam pemilihan kepala daerah, anggota legislatif, hingga pemilihan presiden. Simbol-simbol keagamaan, retorika moralitas, hingga isu-isu yang menyentuh sentimen agama sering dijadikan alat kampanye untuk menarik simpati publik.Meski memiliki daya tarik yang besar, politik identitas agama menyimpan sejumlah bahaya yang dapat merusak tatanan demokrasi dan harmoni sosial seperti.
Polarisasi Sosial:
Politik identitas agama cenderung memperkuat sekat-sekat di antara kelompok masyarakat. Dalam konteks demokrasi, perbedaan pandangan politik seharusnya menjadi hal yang wajar. Namun, ketika agama dijadikan alat politik, perbedaan tersebut sering kali berubah menjadi permusuhan. Narasi "kami" melawan "mereka" menciptakan polarisasi yang tajam, bahkan dapat memicu konflik antarkelompok sehingga perdebebatan tidak dapat dihentikan. Contoh nyata dapat dilihat dalam beberapa peristiwa politik di Indonesia, di mana politik identitas agama memunculkan segregasi sosial berdasarkan perbedaan keyakinan. Ketegangan ini tidak hanya terjadi pada masa kampanye, tetapi juga dapat bertahan lama setelah kontestasi politik selesai.
Mengaburkan Isu Substantif:
Penggunaan agama dalam politik sering kali mengalihkan perhatian dari isu-isu substantif yang seharusnya menjadi fokus utama dalam demokrasi. Alih-alih membahas program kerja, solusi untuk masalah ekonomi, atau kebijakan publik yang konkret, kontestasi politik menjadi ajang adu simbol keagamaan dan retorika moralitas.Hal ini merugikan masyarakat, karena perhatian mereka teralihkan dari kemampuan dan rekam jejak kandidat atau partai politik yang sebenarnya lebih relevan dalam menentukan kualitas kepemimpinan.Sehingga politik ini kerap menjadi kunci untuk meraih nama atau suara.
Selain berdampak yang cukup berbahaya di politik identitas agama,sebagai masyarakat kita perlu cara untuk mencegah yang di katakan bahwa agama kunci di dalam politik yaitu dengan:
Mengelola politik identitas agama agar tidak merusak tatanan demokrasi membutuhkan komitmen dari berbagai pihak. Berikut beberapa langkah yang dapat diambil.
 Penegakan Hukum yang Tegas: