Mohon tunggu...
Noval Adianto
Noval Adianto Mohon Tunggu... -

Pembaca yang baik

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Pungutan [Liar] Dana Ketahanan Energi Bebani Rakyat

29 Desember 2015   10:58 Diperbarui: 29 Desember 2015   13:21 735
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dana Ketahanan Energi Timbulkan Pro Kontra, Sudirman Said Paparkan Kebaikannya. (STU SURYOWATI/Kompas.com)

Menteri ESDM Sudirman Said baru-baru ini menyampaikan kebijakan Pemerintah tentang harga baru Bahan Bakar Minyak [BBM] termasuk di dalamnya pungutan dana ketahanan energi yang diperoleh dari setiap pembelian BBM sebesar 200 rupiah per liter untuk premium dan 300 rupiah per liter untuk solar.

Rencananya kebijakan Pemerintah tersebut mulai diberlakukan mulai 5 Januari 2016, yang menjadi persoalan adalah Dasar Hukum pelaksanaan pungutan tersebut. Karena dengan diberlakukannya Kebijakan itu maka konsekwensi yang ditimbulkan adalah akan membebani masyarakat.

Kalau kita cermati keterangan Menteri Sudirman Said, dikatakan kebijakan itu akan diberlakukan mulai 5 Januari 2016, sementara di sisi lain masa sidang DPR RI baru akan dimulai 11 Januari 2016, maka sejak 5 Januari sampai dengan 11 Januari 2016 sudah terjadi pungutan yang dilakukan oleh pemerintah tanpa persetujuan atau dikonsultasikan dengan DPR.

Sudirman Said menambahkan apabila dibutuhkan akan segera membahasnya dengan DPR [itu juga dengan catatan kalau DPR langsung mengagendakan pembahasan tentang pungutan ketahanan energi itu]. Maka sebelum ada payung hukum yang melegalkan pungutan itu, maka sesungguhnya dana yang ditarik selama kurun waktu 5 Januari 2016 sampai dengan 11 Januari 2016 itu prinsipnya adalah pungutan liar.

Masalah kemanfaatan dana pungutan tersebut jelas akan sangat dibutuhkan untuk pengembangan energi terbarukan, agar Pemerintah dan rakyat tidak bergantung hanya pada energi fosil yang semakin berkurang. Memang dibutuhkan dana yang sangat besar untuk pengembangan dan mencari energi alternatif menggantikan energi fosil.

Persoalannya adalah pemberlakuan kebijakan yang membebani rakyat itu tanpa proses yang benar. Kalau Presiden tidak merespon dan mengoreksi tindakan Menteri ESDM ini, sesungguhnya Presiden Jokowi juga sudah melegalkan pungutan liar yang dilakukan oleh Kementerian ESDM. Setiap pungutan yang membebani rakyat idealnya harus mendapatkan persetujuan atau dikonsultasikan dengan DPR. Faktanya, kebijakan itu diberlakukan tanpa proses perundangan-undangan atau ketatanegaraan yang benar.

Negara ini negara hukum bukan negara kerajaan. Titah pejabat bukanlah undang-undang yang serta-merta harus segera ditaati oleh rakyat. Tidak bisa dibyangkan kalau tindakan Menteri ESDM ini ditiru oleh menteri-menteri lainya dengan dalih beragam yang bisa dibuat-buat dan melakukan pungutan yang membebani rakyat, tentu gejala seperti ini sangat berbahaya.

Jangan jadikan rakyat menjadi obyek pungutan resmi. Apakah karena Petral sudah dibubarkan, Kemeterian sulit mencari dana taktis yang dikenal dengan dana Non Budgeter? Memang menurut Sudirman Said dana ketahanan energi ini sama dengan uang negara pada umumnya, akan disimpan oleh Kementerian Keuangan, namun otoritas penggunaannya oleh Kementerian tehnis dalam hal ini Kementerian ESDM dan Pengawasanya akan dilakukan oleh Insoektorat Jenderal, BPKP dan BPK.

Kalau Presiden Jokowi dalam statement-nya selalu mengatakan hanya tunduk kepada Konstitusi atau Perundang-undangan, Presiden Jokowi harus mengoreksi tindakan menterinya yang melakukan pungutan tanpa aturan dan proses yang jelas.

Jangan jadikan rakyat menjadi obyek pungutan sebagai penghasil dana untuk kegiatan pemerintah. Pemerintah sudah memungut pajak dan pajak itulah pungutan yang resmi dilakukan oleh negara kepada rakyatnya.

Pemerintah yang baik adalah yang menyejahterakan rakyatnya bukan yang memalak rakyatnya.....

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun