Menurut Reksohadiprodjo timbulnya suatu kota ada tiga unsur yang penyebab yaitu scale of economies, comperative advantages dan amenities. Kota yang disebabkan oleh scale of economies merupakan kota yang dapat memproduksi barang serta jasa kebutuhan sehari-hari. Comperative advantage merupakan kondisi dimana suatu kota dapat memproduksi lebih murah barang dan jasa dibanding dengan kota yang lain dalam suatu waktu. Hal ini berdampak pada produksi, fungsi, serta ongkos antar daerah dalam perdagangan. Dengan demikian, fungsi kota pada hakekatnya memperlancar produksi dan pertukaran dengan dekatnya lokasi berbagai kegiatan ekonomi.Â
Apabila scale of economies dan comparative advantage merupakan faktor-faktor supply (yang menghasilkan sesuatu), maka faktor permintaan (yang menarik) untuk mendorong perkembangan kota adalah faktor amenities. Amenities yaitu hal-hal yang ada didalam kota yang menarik calon penduduk kota, misalnya fasilitas public yang bersih, infrastruktur yang bagus, rekreasi banyak, kota yang bersih, pemerintahan kota yang bagus, kota yang aman dan sebagainya. Dengan indikator-indikator seperti diatas jumlah penduduk bertambah, sehingga akan mempengaruhi besar kecilnya ukuran kota (city size) Allonso (1971).
Apabila konsep yang diusung oleh Reksohadiprodjo dianalisis dengan keadaan riil atau keadaan nyata di Kota Banyuwangi maka bentuk analisisnya sebagai berikut.
Apabila di tinjau dari letaknya, Banyuwangi merupakan wilayah paling timur yang ada di pulau Jawa. Kabupaten ini kerap dikenal dengan ragam wisata alam yang ditawarkan, wisata yang  dimiliki Banyuwangi memberikan dampak bagi perekonomian. Sektor pariwisata apabila dapat dikelola semaksimal mungkin dapat membantu Kabupaten Banyuwangi dalam peningkatan kesejahteraan masyarakatnya. Dengan dibukanya tempat wisata, masyarakat bersama pemerintah dapat meningkatkan kesempatan kerja dan meningkatkan pendapatan sehingga dapat menyebabkan adanya positife scale of economies. Selain sektor pariwisata Kabupaten Banyuwangi juga memiliki komoditas  pertanian dan perkebunan yang diprediksi dapat memberikan dampak yang baik bagi perekonomian Banyuwangi.
Bawang putih adalah salah satu sektor pertanian hortilkultura di Banyuwangi yang diprediksi menjadi sentra baru yang memberikan dampak baik bagi pemenuhan kebutuhan bawang putih di Indonesia. Setiap tahun jumlah impor bawang putih Indonesia mencapai 500.000 ton sedangkan produksi dalam negeri hanya mampu menghasilkan 20.000 ton saja. Tanah dengan luasan 116 ha di Banyuwangi, tepatnya berlokasi di Desa Taman Sari dimanfaatkan sebagai hamparan tanam bawang putih yang diperkirakan dapat meghasilkan 2000 ton bawang putih basah dalam sekali panen. Jika dalam satu tahun dapat dilakukan dua kali panen, maka total produksinya 4000 ton.Â
Pembangunan infastruktur yang ada di Banyuwangi diberikan perhatian khusus oleh pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Pembangunan infrastruktur dianggap dapat memperlancar proses distribusi serta mobilitas yang apabila berhasil dapat memberikan dampak yang baik bagi kegiatan perekonomian di Banyuwangi. Tercatat sepanjang tahun 2023 Banyuwangi telah melakukan perbaikan jalan sepanjang 698 km. Angka tersebut tercatat tinggi ditambah dengan pembangunan dan perbaikan infrastruktur jembatan sebanyak 65 jembatan. Sarana dan prasarana yang ada di Banyuwangi pun mengalami perbaikan yang makin spesifik.Pilihan berbagai sarana transportasi menuju Banyuwangi pun semakin beragam. Ditunjukkan dengan adanya pembangunan tol Probowangi yang menambah deretan moda transportasi yang tersedia. Selain jalan tol, pilihan alat transportasi yang telah ada sebelumnya yakni diantaranya kapal laut (Pelabuhan Ketapang), kereta api (jalur kereta api terpanjang Banyuwangi-Pasar senin),serta  pesawat (Bandar Udara Banyuwangi).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H