Oleh: Nova Dwi Handayani, Dr. Eka Titi Andaryani, S.Pd., M.Pd.
Mahasiswi S1 PGSD, Dosen PGSD FIPP Universitas Negeri Semarang
Dunia yang semakin berkembang menuntut kurikulum juga berkembang. Perkembangan tertentu berpengaruh juga pada dunia pendidikan dan lapangan pekerjaan. Kemerosotan pendidikan sudah banyak diatasi dengan beberapa kali perubahan kurikulum. Suatu kurikulum dapat berfungsi sebagai alat pendidikan jika mampu merubah dan menyesuaikan diri dengan perubahan yang ada.
Pengembangan kurikulum adalah proses perencanaan dan pengembangan kurikulum oleh pemerintah, sekolah atau pihak-pihak yang terkait dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional. Kurikulum sekolah mempunyai peranan yang strategis dalam pendidikan, sehingga penyusunan dan pengembangannya tidak dapat dilakukan secara sewenang-wenang oleh siapa pun. Di Indonesia sendiri telah mengalami 13 kali perubahan kurikulum.
Berbicara mengenai perubahan kurikulum, banyak sekali meme berseliweran di media sosial mengenai perubahan K-13 menjadi Kurikulum Merdeka.
Kurikulum Merdeka? Merdekanya tahun berapa?
Kurikulum Merdeka? Merdeka apanya?
Dari meme inilah banyak desas desus bahwa kurikulum merdeka hanya menjadi sebuah ajang unjuk gigi bagi menteri pendidikan baru. Apa iya setiap pergantian menteri, ganti juga kurikulumnya? Pertanyaan inilah yang masih belum menemukan jawabannya. Bukankah penerapan kurikulum di pakai yang paling efektif di dunia pendidikan, bukan hanya sebagai ajang coba-coba.
Perubahan menjadi Kurikulum Merdeka yang terjadi pada tahun 2022 merupakan konsekuensi logis dari sistem sosial, politik, budaya, ekonomi, serta ilmu pengetahuan dan teknologi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kurikulum Merdeka sendiri adalah kurikulum yang memberikan keleluasaan kepada pendidik untuk menciptakan pembelajaran berkualitas yang sesuai dengan kebutuhan dan lingkungan belajar peserta didik. Kurikulum Merdeka memiliki sejumlah kelebihan dan kekurangan yang harus dipahami oleh seluruh pemangku kepentingan. Penerapan Kurikulum Merdeka membutuhkan kesiapan dan dukungan yang optimal agar dapat memberikan dampak positif bagi pendidikan di Indonesia.
Meski pada tahun ini Kurikulum Merdeka telah disahkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan direalisasikan di banyak sekolah, namun kenyataannya guru masih kesulitan dengan sistem baru dan tidak mudah beradaptasi dengan Kurikulum Merdeka. Mulai dari pelatihan, sosialisasi kurikulum, perubahan materi ajar hingga menghadapi siswa di kelas dengan banyak persyaratan khusus, sangat menguras tenaga, emosi dan waktu. Oleh karena itu, pemerintah belum mewajibkan semua sekolah menggunakan Kurikulum Merdeka dan masih memperbolehkan sekolah yang belum siap menggunakan K-13. Sekolah dan guru diberikan kebebasan untuk menentukan kurikulum mana yang akan digunakan dengan menyesuaikan keadaan sekolah masing-masing.
Sebenarnya tujuan utama dari Merdeka Belajar adalah mendorong perbaikan kualitas dan pemulihan dari krisis pembelajaran, khususnya melalui Kurikulum Merdeka yang diluncurkan bersama Platform Merdeka Mengajar sebagai Merdeka Belajar. Sekolah yang menerapkan Kurikulum Merdeka nantinya akan mendapatkan tiga kelebihan dari kurikulum ini. Pertama, Kurikulum Merdeka fokus pada materi esensial sehingga guru tidak terburu-buru dalam mengajar, bisa lebih memperhatikan proses belajar murid dan menerapkan pembelajaran yang mendalam. Kedua, kurikulum merdeka memberi jam pelajaran khusus bagi pengembangan karakter melalui P5 (Project Penguatan Profil Pelajar Pancasila). Ketiga, Kurikulum Merdeka memberikan kesempatan kepada sekolah untuk merancang kurikulum operasionalnya sendiri dan guru dapat menyesuaikan pembelajaran dengan tingkat kemampuan siswanya. Kerangka Kurikulum Merdeka yang fleksibel akan membantu sekolah yang berada di daerah terpencil, agar lebih mudah merancang kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan siswa.