Mohon tunggu...
Nova Abdillah
Nova Abdillah Mohon Tunggu... -

www.alteregosensitif.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

In Memoriam Kurt Cobain | He's Gone, And I'm Still…

20 Februari 2014   23:56 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:37 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

I know. Just don't say anything. Well, I've been listening to his music since I was 13. Saya sedang main ke rumah pakdhe waktu itu, ketika menemukan VCD kompilasi Evergreen Rock, berisi band2 rambut besar seperti Guns N Roses, Bon Jovi, Poison dan sejenisnya. Satu nama di sampul CD yg juga saya masih asing adalah Nirvana. Teritorial Pissing kalau gak salah judul lagunya. Tempo musiknya cepat, ibaratnya kalau orang nyebrang jalan raya itu sambil berlari dan tidak tengok kana kiri. Masa bodoh ada kendaraan lewat. Vokalisnya, yang mukanya nggak kelihatan teriak2 terus sepanjang lagu, lehernya sampai merah kayak mau meledak. Di akhir lagu dia menghantamkan gitarnya ke stand microphone, lalu amplifier di sampingnya disogok2nya sampai berlubang, dan klimaksnya dia membanting gitar elektriknya sampai pecah jadi tiga keping. Saya cuma melongo, 'WHO THE FUCK IS THIS GUY?' Karena di rumah tidak ada Laser Disc, setiap kali ke rumah pakdhe, pasti video itu saya putar dengan 'Repeat' mode on. Saya belum dengar lagu-lagunya yang lain, sampai saya ulang tahun di tahun berikutnya, dan adik perempuan saya memberikan kado. Ketika saya buka, itu adalah kaset Nirvana yang sampulnya gambar bayi, telanjang di dalam air, tititnya kelihatan, dan ada uang satu dolar di depannya. Album itulah yang merubah perspektif saya terhadap apapun yg berhubungan dgn musik. Bermusik itu kebebasan, dan saya mulai belajar teriak2 di kamar agar menyerupai suaranya. Mencoba menjajaki kebebasan yang dia selami. Ketika suara saya habis, suddenly I felt awesome. Saya mulai tanya ke orang2 tentang orang ini. Teman satu SMP saya bercerita, "Dia udah mati lho, bunuh diri pake pistol di atas panggung!" Satu teman berargumen, "Nggak loh.. Dia ditembak mati istrinya waktu lagi manggung!" Semua terjawab ketika saya migrasi ke Jogja di akhir 2002. Bahwa dia sudah meninggal tapi bukan itu sebabnya, dan bukan di panggung, melainkan di rumahnya. Ketika membaca buku Heavier Than Heaven kegilaan saya pada orang ini makin meruncing. Di tahun itu pula saya memutuskan belajar gitar dgn tangan kiri, karena satu tahun belajar pakai tangan kanan, permainan saya masih jauh dari standar berkembang. Dan dengan dia yg left-handed. Itu menjadi semacam motivasi. Nothing is impossible. Dan keputusan saya memang benar. Kau tahu, dengan bernyanyi, apalagi berteriak. Bentuk emosi apapun, bisa tersalurkan. Anger, fear, sad, joy, anything. All you have to do is scream. You'll find your freedom. Sejak baca buku itu pula, saya jadi hobby menuliskan sesuatu. Waktu SMA sampai awal kuliah itu banyak sekali lembar2 biodata yg harus diisi. Dan di baris cita-cita, jawaban favorit saya adalah mati muda. Saya jadi berpikir, 'makhluk macam apa saya dulu waktu remaja?'. Salah satu teman SMA saya, (yg dulu sering numpang bolos di kamar kost, dan tanpa sepengetahuan saya juga sekaligus numpang onani) jika ketemu masih sering bercanda, "Loh kok masih hidup tse'??" "Loh tse' kapan matimu??" Dan masih banyak 'Loh tse' 'Loh tse' yang lain. Tapi di atas semunya itu, lewat main musik, saya jadi bertemu lebih banyak orang. Belajar banyak hal yang tidak ada di buku pelajaran. Ada kehidupan lain yang selalu menunggu, setelah seharian dijejali kuliah pergigian. And it feels like.. Home. Kurt Cobain meninggal di usia 27. Sama dengan umur saya sekarang. Bedanya, di umur itu dia memasukan moncong pistol ke mulutnya sendiri, menarik pelatuknya, dan dalam sekejap, ia sudah tak bernyawa. Saya sendiri, lately lebih sering memasukan tang ke mulut orang, mencabut giginya sampai berdarah. Lucunya, setelah kehilangan gigi, orang-orang itu malah mengucap alhamdulillah. Tidakkah hidup ini indah?. He's gone, and I'm still alive. So, happy birthday Kurt. Thanks for your music and inspiration.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun