Pada hakikatnya bahasa memiliki peran penting untuk menjadi dasar atau landasan agar memahami apa yang ada di sekitar lingkungan. Sekarang ini adalah era milenial, adanya masa peningkatan penggunaan dan keakraban dengan komunikasi, media dan teknologi digital.Â
Hal tersebut terdampak pada perkembangan bahasa Indonesia, keadaan yang ada sekarang. Fungsi bahasa Indonesia mulai digantikan atau tergeser oleh bahasa asing dan adanya perilaku yang cenderung menyelipkan istilah bahasa asing.Â
Padahal kesamaan dalam bahasa Indonesia itu masih ada, dikarenakan sikap yang meyakini bahwa akan terlihat modern, dan terpelajar dengan alasan mempermudah komunikasi di era milenial. Istilah era Milenial dewasa ini sedang viral, khususnya di media sosial.Â
Netizen (warganet) sering menyebutnya dengan kids jaman now. Generasi ini hadir sebagai bentuk diferensi antara generasi zaman dulu yang eksis di tahun 90 dengan generasi yang sedang eksis di zaman sekarang.Â
Dari segia usia, bisa dikatakan era milenial adalah mereka yang saat ini berada pada rentang umur 15-30 tahun. Bahasa meliputi ungkapan, pengucapan kata, dan kontruksi yang telah dipakai dalam jangka waktu yang lama. Ungkapan, pilihan kata, dan konstruksi itu dipilih oleh penutur dari era milenial yang berbeda dengan frekuensi yang berbeda pula.Â
Bahkan, ada bagian bahasa selebihnya leksikal dan sintaksis, yang dirasakan berbeda oleh penutur modern dengan yang kuno. Â Namun seiring perkembangan teknologi dan komunikasi pada zaman ini tidak disamakan dengan minat pembaca pada sastra di era milenial, kebanyakan dari mereka tidak memanfaatkan teknologi yang ada. Mereka seakan termanjakan dengan teknologi yang telah diciptakan saat ini.Â
Walaupun begitu, menurut Budi Darma (Saputa, 2018), sastrawan yang juga Guru Besar Universitas Negeri Surabaya mengatakan, anggapan banyak anak muda tidak suka membaca itu tidak sepenuhnya benar.Â
Dia mengatakan "Anak-anak muda ini sekarang berdiri di atas dua kaki. Yang pertama mereka pandai dalam mengoperasionalkan gawai. Yang kedua mereka juga suka membaca buku, meskipun buku yang dibaca masih sesuai dengan umurnya, atau sesuai dengan selera masing-masing ".Â
Maka dari itu, pada era milenial ini untuk generasi muda sejak usia dini harus sudah dibiasakan dalam membaca atau membuat karya sederhana yang dapat melatih mereka dalam menulis karya sastra.Â
Dengan perkembangan teknologi saat ini, para era milenial seharusnya sudah dapat memahami manfaat positif dari karya sastra yang sudah ada pada media sosial. Untuk mendorong minat era milenial dalam membaca dan menulis karya sastra memerlukan perhatian dari orang tua dan sekolah masing-masing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H