Mohon tunggu...
NAB AB
NAB AB Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

kangen jogja .. mencoba kembali (lagi) untuk merangkai kata menjadi cerita. Selamat membaca dan terima kasih :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kepuharjo Riwayat Mu Kini

21 Desember 2010   01:45 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:33 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kepuharjo merupakan salah satu desa di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Desa yang rindang karena penuh dengan pohon yang cukup tinggi. Namun pada 26 Oktober lalu, sang Merapi bererupsi dengan mengeluarkan wedus gembel nya yang menyapu desa Kepuharjo. Menurut Kepala Desa Kepuharjo, Heri Suprapto, dari 8 dusun 7 setengah porak poranda. Dimana 8 dusun yaitu kaliadem, jambu, petung, kopeng, batur, pagerjurang, kepuh, dan manggong (detiknews.com) Lalu ketika saya kesana kemarin, saya memang melihat secara langsung bagaimana dusun yang sekarang mirip dataran tanah putih. Karena hamparan yang ada didepan saya semua nya berwarna putih, berbatu, berpasir, dan gersang. sebelum masuk ke dusunnya yang porak poranda tersebut, saya sempat bertanya kepada salah satu penyintas di SMK Cangkringan, di tempat ini banyak sekali penyintas tua renta. Lalu saya mendekati salah satu penyintas. Namanya Marjoutomo, usianya saya tidak tahu tapi yang jelas dia sudah simbah-simbah. Lalu dia menggunakan bahasa jawa halus, karena saya tidak paham. Lalu saya jelaskan saya tidak bisa bahasa jawa yang halus, pake bahasa indonesia saja. Ternyata simbah nya tidak bisa bahasa indonesia, lalu dia bilang kalau jawa ngoko bisa ? saya bilang bisa.

singkat cerita, beliau berasal dari dusun kopeng. Sudah tidak punya rumah lagi, bingung mau ngapain lagi. Peralatan rumah tangga juga tidak punya lagi, bingung harus berbuat apa. Dan mereka juga membutuhkan jarik karena belum ganti. Mata saya sempat berkaca-kaca mendengar simbah itu bercerita, apalagi dia terus berulang-ulang menceritakan kegalauannya sambil memegangi tangan saya. Setelah itu saya harus potong karena teman sudah memanggil, tapi beliau sepertinya tidak mau melepas tangannya. Lalu saya jelaskan, akan saya usahakan membantu tapi jangan terlalu mengharapkan saya. Karena saya juga bukan siapa-siapa. Setelah simbah itu paham, saya pun tersenyum dan beliau pun ikut tersenyum. kami pun pamit.

[caption id="attachment_80969" align="alignright" width="300" caption="diambil dari atas, terlihat kecil padahal kalau disana besar"]

12928954031753993987
12928954031753993987
[/caption] Di dalam dusun pun selain melihat pemandangan yang luar biasa, saya pun mengobrol dengan salah seorang warga disana. Dia berjualan air minum, saya beli satu botol air sebagai pintu masuk perbincangan. Namanya mas bambang. Dia bercerita kalau menurut dia tidak mungkin akan bangun rumah disini. Sambil menunjukkan sebuah batu yang dulunya merupakan rumah dia. lalu saya tanya, warga disini akan tinggal dimana ? Kata dia, mungkin di depan sana dekat dengan merapi golf. Lalu dia bercerita lagi disini ada batu besar, 17 orang melingkar baru bisa tergenggam itu batu. Dia sambil menunjukkan posisi batu tersebut saya pun menuju kesana, tanah berpasir ini masih cukup hangat ditambah bau belereng yang masih ada. apalagi yang di sebelah kali gendhol. Memang luar biasa dahsyatnya awan panas dan semburan material vulkanik yang bisa membawa batu sebesar ini serta menutup dusun tersebut. Dan kalinya pun sekarang seperti daratan. lagi-lagi langit di arah utara nampak gelap, pertanda harus meninggalkan tempat ini. Saya tidak akan lupa tempat ini. Semoga pemerintah dan warga setempat bisa melakukan cara yang terbaik untuk dusun ini. Jogjakarta, 20 Desember 2010
12928957261266302154
12928957261266302154
12928957731645244065
12928957731645244065
[caption id="attachment_80972" align="aligncenter" width="300" caption="kali gendhol"]
12928958191903658250
12928958191903658250
[/caption]
12928959932054186085
12928959932054186085
12928960481103548519
12928960481103548519

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun