Mohon tunggu...
Nour Payapo
Nour Payapo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Harmony

Hanya fikiran Universal dapat menjawab masalah - masalah yang mengancam ketentraman dan kedamaian dunia. Universal itu tidak akan bertolak belakang dengan bagian Universal lainnya, apapaun tingkat masalahnya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bebaskan Demonstran Omnibus Law

24 Oktober 2020   15:16 Diperbarui: 24 Oktober 2020   15:19 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kapolda Maluku menggelar Sholat Dhuhur bersama demonstran, Kantor DPRD Maluku, 9 Sep 2020, foto: Ambon Ekspres, Ars Hehanussa

Tidak tepat dan ideal mensangkakan mereka yang ikut-ikutan dalam demonstrasi Omnibus Law, karena kepolisian dan aparatur negara termasuk inteligen negara lambat menyesuaikan diri, mengikuti kecepatan eksponensial media sosial, media publik yang menjadi koordinator nasional, kemudian dimanfaatkan pihak-pihak yang menggunakan kecepatan informasi dan teknologi tersebut untuk menggerakan kesadaran publik. 

Bagi saya, negara dan tentu kepolisian sudah harus berbenah untuk menyesuaikan diri dengan teori-teori komunikasi digital mutakhir. Juga konsepsi media sosial yang rentan dimanfaatkan satu dua orang saja untuk menggerakkan rakyat Indonesia. Jadi bebaskan mereka yang tidak memahami, dan hanya ditangkap untuk memenuhi syarat penyidikan untuk menjadi tersangka. Ini tidak tepat, kejar otak yang menggerakkan demonstrasi besar-besaran Omnibus Law, karena mereka tidak banyak, dan mudah menyelinap, mendorong orang lain berdemonstrasi kemudian mereka menghilangkan jejak.     

Satu dua orang, buzzer, menggunakan aplikasi sekali tekan tombol, atau aplikasi lain untuk membangun konektifitas dengan banyak orang dalam waktu singkat atas nama Omnibus Law, kemudian dapat mendominasi opini publik, membentuk opini publik, menggerakkan kesadaran semu rakyat kemudian menggerakan rakyat untuk berdemonstrasi. Pusat @twitter, atau pusat @facebook atau sistem @whatsaap tidak dapat dikendalikan negara. Satu dua orang, buzzer dengan gampangya berkuasa atas negara, di atas kepolisian, mereka berkuasa penuh atas Indonesia.  

Indonesia dengan struktur geografis kepulauan, tentu sangat sulit mengkonsolidasikan rakyat di duapuluhan provinsi secara konvensional berdemonstrasi. Maka pilihannya hanya menggunakan media media sosial populer baik di daerah maupun nasional. Media sosial dijadikan alat terbaik juga murah menggerakkan masa. Inteligen dan Kepolisian RI lambat mendeteksi, menganalisis kemudian mengantisipasi sedini mungkin. Analisis konten, anlisis manager kontrol terintegrasi belum dimiliki polisi, sehingga penanganan kasus hukum dampak dari gerakan massa demonstran asal tangkap saja, tanpa gambaran nasional siapa pelakunya, padahal dengan mudah dapat dideteksi.    

Di Maluku, Kota Ambon tiga orang yang dijadikan tersangka adalah mereka yang ikut-ikutan berdemonstrasi. Meraka hanya kebetulan tertangkap kamera saat beraksi di lapangan, dan tidak memiliki konektifitas nasional. Tujuan mereka adalah mulia, untuk memperjuangkan Omnibus Law berpihak kepada rakyat sebagaimana demonstran lainnya di seluruh Indonesia.   

Sampai disini,  sangat penting negara memiliki kekuasaan penuh terhadap media sosial, dengan membuat analisis potensi chaos sedini mungkin di seluruh daerah, enam bulan terakhir. Juga analisis penggunaan media untuk konsolidasi, dan algoritma media sosial menggunakan momentum kesadaran publik yang mampu menggerakkan banyak orang turun ke jalan. Polisi belum memiliki security system yang mempuni, apalagi kecerdasan buatan deteksi dini, atau kecerdasan KUHP elektronik memutuskan dan mengadili pelanggaran-pelanggaran hukum sederhana. 

Manusia Indonesia sedang bergerak menuju negara digital. Itu sudah terjadi. Presiden Donald Trump tidak berkuasa atas twitter.com, kontennya dapat dihapus sekehendak pihak twitter. Heaker membuat DEWAN PENGHIANAT RAKYAT (DPR) pada saat hari pertama aksi Onibus Law. Artinya jika negara dan kepolisian tidak jeli, tanggap dan cepat up-to-date dengan sistem digitalisasi menuju era kuantum, maka ya seperti tiga orang di Polres Pulau Ambon dan Pulau-pulau leasa itu, menurut saya mereka korban salah tangkap, mereka itu warga negara yang hanya ingin Omnibus Law berpihak kepada kita, kepada anak dan cucu polisi, maka bebaskanlah mereka. Cari otak sistematis penggerak demonstrasi Omnibus Law. Tangkap dan penjarakan mereka.    

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun