Tikus mati dilumbung padi, mungkin peribahasa itulah yang cocok disematkan pada masyarakat Kota Tarakan. Kota yang terkenal dengan penghasil minyak dan gas di Indonesia, diantara kota yang memiliki APBD terbesar di Indonesia, yaitu diatas 1 triliun dengan jumlah penduduk "hanya" 230.000 dan luas wilayah hanya 250 KM persegi. Wajar rasanya dengan jumlah APBD tersebut, Kota Tarakan disematkan sebagai kota terkaya ke 17 di Indonesia (Wikipedia). Logikanya, dengan jumlah penduduk yang sedikit dan luas wilayah yang kecil, masyarakatnya menikmati sejahtera diatas rata-rata dan infrastruktur yang melimpah.
Kota Tarakan: kaya iya, sejahtera belum tentu Â
Pagi Minggu, ada sekitar 20 masyarakat bersuka ria memperbaiki jalan yang sehari-hari mereka lewat, baik itu untuk bekerja maupun untuk anak-anak ke sekolah di pemukiman warga RT 2 Suaran Kelurahan Karang Harapan Kota Tarakan. Sementara, warga Binalatung harus cemas setiap hari karena jalan yang rusak dan satu-satunya akses jalan ke pusat kota Tarakan dan sekitarnya. Padahal, kawasan Binalatung merupakan akses jalan utama menuju pantai Amal, yang merupakan kawasan wisata andalan Tarakan.Â
Pun, gerakan masyarakat sipil di kota Tarakan belum bisa murni melakukan tuntutan perbaikan ke pemerintah atas berbagai sebab. Corong yang murni menyuarakan tuntutan justru melalui media sosial, namun sayang, sekali lagi pemerintah Tarakan menganggap ini angin lalu. Media sosial milik pemerintah Tarakan di Facebook, seperti Humas Tarakan tidak berfungsi baik untuk menjaring aspirasi, hanya seperti robot, mengikuti keinginan pemimpin.
Melakukan perbaikan segera
Mendekati pemilihan walikota Tarakan 2018 nanti, melalui berbagai media dan cara, para calon pun, baik yang malu-malu maupun terang benderang menyatakan minatnya dengan, sayangnya, politik pencitraan. Harusnya mereka perang gagasan, memunculkan gagasan baru dengan menyingkirkan politik "akan", akan memperbaiki, akan membuat dan akan-akan lain.Â
Walikota dan jajarannya pun perlu segera merumuskan prioritas pembangunan terutama infrastruktur untuk mengejar ketinggalan. Katakan persetan dengan gerogotan partai politik, masyarakat sudah punya cara ampuh untuk menghukum partai politik yang nakal. Walikota mau tidak mau harus memetakan kebutuhan dan sesegera mungkin memperbaiki akses jalan masyarakat, menyediakan beasiswa pendidikan, kebijakan afirmatif bagi kaum muda dan lain-lain.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H