Untuk: Dierana Rantika Wirda Kaluna
Dari : Sahabatmu di sini
Dear, Diera.. oops maksudku, assalaamu’alaikum, Diera :)
Hei, kau tahu, aku menulis surat ini untukmu di tengah-tengah kesibukanku (dankau) mengerjakan tugas akhir kita. Hmm senangnya bisa merasakan kesibukan ini. Deadline, tugas menumpuk, ujian akhir yang beririsan dan cenderung kontinu sampai dua pekan ke depan. Tapi, tak apa lah.. kan kau sering mengatakan kepadaku, “Kapan lagi yaa kita mendapat cobaan seperti ini?”. Mendengar itu aku hanya tersenyum tanda penguatan pada pernyataanmu. Aku pun terngiang kata-kata yang kau bilang, kau menyukainya! Kini aku pun menyukainya! “Belajar itu adalah suatu kondisi di mana kita keluar dari zona nyaman.” Kira-kira begitulah redaksinya, aku agak lupa.
Dier, Kau tahu, temanku pernah menuliskan status jejaring sosial, “ilmu itu adalah sesuatu yang bisa dipelajari.” Itu benar, Dier. Ilmu itu pasti bisa dipelajari. Apapun. Tapi, semua tergantung pada kemauan, kesabaran, keikhlasan, dan sedikit saja kekreatifan kita dalam mengolah suasana hati untuk tetap mau bertahan di jalan ilahi dalam memahami ilmu tersebut. Gampang banget yah kalau cuma ngomong, gampang banget yah kayaknya nasihatin orang, tapi, kau harus tahu, Dier, setiap kata-kata yang berupa nasihat dariku, itu sejatinya lebih untukku aku hanya ingin membaginya denganmu..
Dier, perjalanan kita selama 3x6bulan hampir berakhir. Perjuangan tidak berhenti dan TIDAK BOLEH BERHENTI sampai sini. Berkacalah di cermin, lihatlah wajahmu, kau akan jadi apa tahun mendatang? Aku yakin kau akan jadi guru yang hebat. Nah, kalau sudah, pandanglah wajah kedua orang tuamu dalam-dalam. Apa yang bisa menjadikan mereka bangga selain dengan bakti dan prestasi kita? Beliau berdua berusaha dengan sebaik-baiknya dan sekeras-kerasnya usaha untuk melihat kita menjadi orang yang bermanfaat karena ilmu. Kalau sulit memandang wajah mereka, lihat lah foto mereka. Jangan kau hilangkan senyum iu dari bibir mereka. Kalau sudah, lihatlah keluar, teman-temanmu. Di sini. Selalu menyemangatimu, selalu menanyakan kabarmu, selalu membuka telinganya untukmu.
Dier, kau tahu, di tempatku mengaji, aku sekelas dengan ibu-ibu yang lebih pantas aku panggil nenek. Aku merasakan bahwa suliiiiiit sekali baginya untuk membaca, menghapal, dan memahami. Yang kukagumi adalah semangat beliau untuk berilmu. Selama ini beliau terlihat kesulitan, tapi asal kau tahu, ketika ujian story telling berbahasa arab kemarin, beliau maju kedua. Agak tergagap, tapi beliau terlihat sekali berusaha. Dan kau tahu? Aku maluuu sekali karena akhirnya aku maju untuk ujian lisan itu pada pekan berikutnya.
Dier, banyak hal menyenangkan di bidang kita sekarang. Aku tahu kau menikmatinya. Aku yakin kalau saja kau mengerti dan paham, itu adalah benar-benar kau paham. Kau adalah orang yang bisa jujur selama di kelas. Maksudku, kalau kau tidak mengerti yaa kau bilang tidak mengerti, kau suka bertanya tentang hal yang sebenarnya juga menjadi pertanyaan untukku, tapi karena aku kurang berani mengungkapkannya, kau bertanya, dan kau menjadi wasilah aku mendapatkan ilmu.
Dier, ayolah, kita bersama-sama lagi belajar. Cobalah kita untuk lebih bersabar..
Sudah ya, Dier. Aku harus melanjutkan mengerjakan tugas nih. Udah hampir jam sepuluh. Semoga ketika kau membaca surat ini, kau juga sedang mengerjakan tugas :)
Dadaaah, Dierana, kutunggu kau di senin hari, kita kembali, belajar lagi, untuk ujian kali ini...
Wassalaamu’alaikum
21:38 31 Desember 2010
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H