Meski ada kewajiban dan niat baik, namun terlalu gegabah menamakan kabinet indonesia dengan nama 'kabinet indonesia bersih '. Paling tidak hal ini tercermin dari kondisi politik domestik koalisi indonesia hebat yang belum juga mengumumkan nama-nama menterinya.
Beberapa waktu lalu Kpk mengumumkan hampir semua calon menteri jokowi terindikasi korupsi.
Tentu tak bisa kita nafikan, bahwa ada keinginan secara personal dari jokowi dan juga jusuf kalla agar kabinet ini tidak menjadi bumerang bagi diri mereka suatu saat kelak. Pengalaman jusuf kalla menjadi wakil presiden selama lima tahun sebelumnya dan banyak anggota kabinetnya yang bermasalah secara hukum menjadikan dirinya ekstra hati-hati menentukan dan memilih petugas resmi pemerintahan ini.
Kesulitan justru muncul dari koalisi indonesia hebat. Calon menteri yang diajukan oleh partai juara korupsi indonesia, PDIP , tentu tidak jauh dari korupsi. Padahal hampir dapat dipastikan semua menteri yang ditunjuk adalah hak prerogratif ketum pdip, Megawati.
Tentu saja, KPK yang sangat intim dengan jokowi tidak mau terjebak dalam arus stigma negatif yang kontra produktif. Mereka memilih sikap memberi pertimbangan verbal berupa stabilo merah dan kuning bagi nama-nama calon menteri yang diprediksi masuk dalam kabinet itu. Dengan begitu kredibilitas kpk tetap terjaga, dan rating jokowi sebagai presiden anti korupsi semakin naik.
Permasalahannya kemudian adalah, pertama, publik bertanya tentang stabilo merah dan kuning yang mengindikasikan 'warning' adanya koruptor dalam kabinet jokowi.
Kenapa 'koruptor' itu masih bisa bebas berkeliaran di lingkaran istana meskipun mereka adalah penjahat kelas kakap?
Blunder, KPK bisa dicurigai bukan sebagai lembaga pemberantas korupsi, tapi pemelihara koruptor.
Publik tentu tidak boleh lupa, lazimnya setiap tahun KPK merayakan kenaikan indeks IPK, tapi tahun 2012 indeks Indonesia jatuh dari peringkat 110 ke 118 dan kalah dari Timor Leste.
Fakta ini bikin trauma.
Kedua, jika benar jokowi anti korupsi, dalam tataran moral, sekedar memasukkan nama 'diduga koruptor' dalam 'bakal calon' menteri adalah sebuah aib dan tak bisa dibenarkan. Asumsinya jika publik tidak menyadari rekam jejak mereka, maka koruptor ini bebas melenggang menjadi menteri dalam kabinet indonesia bersih.
Semakin rumitnya komunikasi dalam koalisi indonesia hebat, maka konfigurasi politik mengalami perubahan. Aktivis dan tokoh yang selama ini 'lelah' dalam dinamika jokowi, memilih pasif bahkan berseberangan.
Satu-satunya yang menentukan perubahan sikap itu adalah idealisme.
quo vadis KPK?
Medan, 25 oktober 2014
Nourman hidayat
Twiter @nourmanh
Bb 749ef313
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H