"Istri saya berkata" dia manggil saya dengan sebutan kakak? Kak, seru juga ya, kalau seandainya Gibran menjadi wakil Presiden-nya Pak Prabowo. Terus lanjut memikirkan bagaimana nasib dengan PDI-P "pasti pecah kongsi" sembari ketawa. Karena masih belum ada keputusan yang sah dari KPU atau Bawaslu.
Waktu terus berjalan "saya dengan istri" mulai binggung untuk mendukung Siapa? Akhirnya kami beda pilihan namun tetap satu tujuan yakni menjalankan hidup bersama-sama sampai akhir hayat. "istri dukung 02 (Pak Prabowo) sedangkan saya sendiri dukung 01 (Pak Anis)". Semuanya adem-adem saja, walaupun debat ringan selalu terjadi karena berbeda pendapat.
"Penilaian saya dengan istri" setiap hari mempunyai keunikan dengan membantah dan memberikan komentar terhadap keunggulan masing-masing sesuai yang di dukung, baik "Pak Prabowo dan Pak Anis". Ini bukan suatu kebetulan karena berbeda pilihan, komunikasi tetap jalan damai, aman dan lancar.
Media sosial semakin mem-viralkan "lagunya Pak Anis yang dari Aceh atau lagi yang berhubungan dengan 01 Amin" sedangkan "slogan 02 goyang gemoy yang  joget semakim disukai oleh semua anak-anak dan pendukung lainnya. Saya coba memutarkan beberapa kali, kemudian istri ikut-ikutan "biar sama-sama ramai" katanya. Terkadang saling tertawa, melihat situasi komunikasi dalam rumah.
Dengan viralnya video dan nyanyian tentang " Pak Anis" dan jogetnya tentang "Pak Prabowo" anak saya di rumah jadi ikut-ikutan nyanyi dan joget. Kebetulan Nayla yang baru TK ikutan dukung 01 "Pak Anis" sedangkan yang 2 tahun Atahllah dukung 02 "Pak Prabowo", keduanya bertengkar kecil dengan polosnya, yang satu ikut ayahnya "dukung 01" dan yang satunya ikut ibunya "dukung 02".
Kemudian saya mengajak komunikasi dengan Athallah umur 2 tahun, "Athallah dukung Pak Anis atau dukung Pak Prabowo" lantas anak kecil ini menjawab dukung "Wowo" padahal tidak ada yang ngajarin untuk dukung Siapa? Karena sih anak kecil, sering nonton video gemoy pak Prabowo yang joget-joget itu....oke gass...ok gass dan seterusnya.
Berdeda dengan anak saya Nayla usia 6 tahun, dia teriak-teriak lagunya 01 Amin sembari nonton lewat hanphone-nya masing-masing. Kebetulan kedua anak, lagi pinjam handphone saya dan istri, seru dengan riang gembira menyambut situasi politik yang pada akhirnya "siapapun pemenangnya tetap jadi Presiden bersama" namun berbicara hati dan dukungan, itu mah masing-masing.
Situasi kampanye diluar kota masing-masing Capres dan Cawapres, kami hanya bisa saling pamer dengan istri, dek...dek "Pak Anis Rame ya kampanye di luarnya, kota Sih A, Sih B dan kota sih C" nih lihat videonya, lalu sepertinya istri ngak mau kalah juga, nih kak coba lihat video Pak Prabowo "Rame juga kok". Sampai dengan kampanye akbar, saya bersama istri saling menunjukin video kampanye setiap Capres dan Cawapres 01 dan 02.
Musyarwarah dan demokrasi bersama istri, terkadang mengikuti politik ini tidak akan ada habisnya dan kenyataannya "hari ini lawan besok jadi kawan" begitu juga politik aslinya bisa juga hati ini kawan besok jadi lawan dan seterusnya. Sangat dinamis juga situasi kampanye politik saling serang  adu kekuatan, dan pastinya lebih hebat dari Paslon lain "itulah yang kita namakan akan memperjuangkan kekuasaan di pemerintahan".
Berbeda ya kalau politik keluarga maksudnya "saya dan istri" pasti berteman, berkawan" kalau lawan sih hanya beda dukungan sementara aja. Walaupun dalam rumah juga, kalau ada yang tidak benar atau salah pasti saling mengakui dengan kondisi adanya terjadi pelanggaran etika dan moral saat Paslon 02, mengajukan pencalonan sebagai Capres dan Cawapres beberapa bulan lalu. Atau sebaliknya dari 01 ada kekeliruan, ya buat apa harus diperdebatan orang hanya "saya dan istri" saja yang mengomentarinya.
Secara jujur di waktu Pemilu 2014 dan 2019 "Saya dan Istri" mendukung Pak Prabowo waktu pasangan dengan Pak Hatta Rajasa dan Pak Sandi Uno. Dua kali ikut kalah, tidak jadi persoalan "tidak mungkin semuanya mau menang dan menjadi Presiden semua". Harus legowo dan berjiwa besar, kalau kalah akui kekalahannya tidak perlu mencari pembenaran dengan alasan curang dan lain sebagainya.
Tahun 2024 ini tidak sejalan dalam pilihan Presiden "kalah dan menang" pasti semuanya mau menang, karena Presidenya juga sama-sama "tidak mungkin juga kan, yang mendukung Capresnya kalah tidak ada Presidennya". Sebaliknya hanya yang pendukungnya saja yang menang baru ada Presidenya, masing-masing Individu yakni masyarakat Indonesia. Semoga sampai keputusan KPU berjalan damai, aman dan lancar tidak terjadi indikasi kecurangan.
Beda Pendukung Tetap Ikut Kampanye, Cerita masih saya bersama istri "Sabtu 10 Febaruari 2024" kebetulan hari libur, tawaran pertama ke istri "dek ikut kampanye Pak Anis ya" istri menjawab malas ah jauh, tidak ada parkir dan jalan kaki jauh. Lanjut saya jelaskan, belum di coba sudah bilang begitu, akhirnya tetap ikut meski agak keberatan. Karena rencananya akan bertemu teman anak di TK "ternyata tidak jadi karena situasinya tidak memungkinkan" parkir jauh dan jalan kaki sangat padat.
Janjinya akan bergantian "Paginya ke JIS dukung Pak Anis dan Siangnya ke GBK dukung pak Prabowo" saya teriak siap lah...setelah mengikuti ke JIS ternyata situasi tidak seperti yang dibayangkan, karena keburu cape duluan jalan kaki dari JIS ke parkiran hampir 30 menit dalam kondisi macet bersama kumpulan orang lainnya yang sama-sama ikut kampanye Pak Anis juga.
Saya bersama anak dan istri menggunakan seragam disegn baju pak Anis, namun warnanya saja yang berbeda "Saya menggunakan baju warna putih, istri menggunakan baju warna Navy-Nasdem, Nayla menggunakan baju warna Orange-PKS, sedangkan Athallah menggunakan baju warna hijau-PKB. Baju kampanye saya disegn sendiri dengan tujuan untuk memeriahkan kampanye Pak Anis.
Kemudian cerita dari kampung telponan bersama dengan Ibu dan minta Informasi sekilas pemilu di kampung "ternyata yang menang adalah 02 Pak Prabowo". Lanjut ngobrol dengan ibu dalam obrolan menyampaikan "ibu ngak ikut dukung 01" ngak ikut bantuan Noto ya. Karena ibu tidak mengenal Anis, kenalnya dengan Pak Prabowo yang sering memberikan bantuan, meski dibantu oleh melalui kader partai Gerindra.
Saya sebagai anaknya "ngak mungkin maksa" yang bu ngak apa2 lah karena sudah mencoblos 02, padahal sebelumnya minta untuk nyoblos 01. Tapi pilihan yang berbeda karena di kampung suasana mengikuti siapa yang paling dominan, karena hampir rata-rata di kampun ibu saya mendukung 02. Intinya pilihan sesuai dengan hati nurani terutama menentukan Presiden 5 tahun kedepan.
Semoga selalu damai baik dalam keluarga maupun untuk Indonesia tercinta, beda pilihan itu biasa tapi tujuan kedepan bisa menikmati kehidupan yang makmur dan sejahtera. Yakinkanlah semoga yang terpilih menjadi Presiden "tetap amanah" dan yang paling penting adalah masyarakat termasuk saya dan keluarga merasakan pemimpin baru, oleh sebab itu memilih pimpinan benar-benar paham isi visi dan misinya untuk masyarakat Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H