Mohon tunggu...
Izzudin Syifaulhanani
Izzudin Syifaulhanani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir UIN Salatiga

mengais manfaat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Terbatas Agar Tidak Melampau Batas

14 September 2024   10:53 Diperbarui: 14 September 2024   10:56 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Manusia dalam kenyataanya memiliki tabiat yang beraneka ragam. Namun mudahnya, sebagai contoh adalah rezeki berupa kekuasaan. Seseorang yang memiliki kekuasaan tentunya ia akan lebih mudah mengakses berbagai hal. Mulai dari keuangan, jabatan, bisnis hingga pengaruh sosial. Sehingga, seorang yang memiliki kekuasaan mempunyai satu lubang resiko kesempatan yang besar pula untuk berlaku di luar batasannya. Oleh sebab itu, boleh dikatakan pula bahwa kemudahan dan keleluasaan inilah yang menjadi salah satu faktor berlakunya kesewenang-wenangan. Belum lagi ditambah faktor hawa nafsu yang selalu condong kepada keburukan.

"Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang." (Surah Yusuf: 53)

Maka, jika kita tarik kembali ayat yang di awal sudah penulis jabarkan akan ada benang merah yang saling berkelindan. Bahwa kemudahan dan kehancuran terkadang memang dua sisi mata uang. Oleh sebab itu Allah menurunkan rezeki dalam jumlah tertentu sesuai dengan kabijaksanaanNya, tabiat manusia, dan sesuatu yang cocok untuk manusia berupa kekayaan atau kefakiran.

Tentu bukan berarti kemudahan dan keluasan bagi seseorang menjadi hal yang dilarang. Substansinya ada pada diri seseorang tersebut. Jika dirasa mampu bertanggung jawab dan memiliki skill dalam keahliannya, tentunya hal ini akan lebih berarti dan bermanfaat. Sebagaimana nabiyullah Yusuf 'alaihissalam Ketika meminta dijadikan sebagai bendaharawan negeri Mesir.

"Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan" (Surah Yusuf: 55)

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: Meminta menjadi pemimpin adalah sesuatu yang diolok Rasulullah, namun permintaan Yusuf ini kerena itu merupakan jalan untuk berdakwah kepada Allah, memberi keadilan kepada masyarakat, menghilangkan kezaliman yang mereka alami, dan melakukan berbagai kebaikan yang dahulu tidak pernah mereka lakukan sebelumnya.

Nirfaidah, Nihil dan Mustahil 

Pada hakikatnya, pandangan seorang muslim harus selalu objektif dalam menilai segala hal yang ia hadapi. Termasuk dari ujian sakit, kekurangan rezeki ataupun minus keberuntungan lainnya. Tidak lain kesemuanya mengandung hikmah yang pada akhirnya menjadi bahan renungan untuk mengangkat kualitas diri. Nyatanya, pada kekurangan dan kesulitan selalu ada education value yang umumnya menjadi pemicu loncatan, pengobar semangat dan penghias hikayat kehidupan. Paling minimal menjadi alasan paling logis untuk bisa disebut berjuang. Nirfaidah itu nihil dan mustahil dalam rumus kehidupan.

Inti dari kesemua itu adalah agar kita lebih banyak menunduk daripada mendongak angkuh. Menunduk untuk berbisik ke arah bumi, namun didengar oleh seantero langit. Wasjud waqtarib... Wallahu ta'ala a'lam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun