Mohon tunggu...
Norpikriadi
Norpikriadi Mohon Tunggu... Guru - Penulis lepas

Hanya seorang yang terus mencari

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kebenaran Keledai

16 April 2022   22:22 Diperbarui: 16 April 2022   22:24 486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Tikaman Pena Seorang Kawan yang dititipkan di akun ini)

Saya mau cerita tentang Keledai dan Harimau yang mendebatkan kebenaran. Jadi, suatu hari si Harimau bertemu dengan Keledai yang sedang bergumam bahwa langit itu hijau. Harimau lantas memberi tahu Keledai bahwa itu keliru, yang benar langit itu biru. Tapi Keledai cuek. Dia tetap bergumam "langit hijau, langit hijau" katanya. Harimau masih sabar dan berusaha menyadarkan Keledai bahwa itu salah. Keledai? Cuek. "Langit hijau, langit hijau" kata Keledai.
Lama-lama, Harimau kesal juga. Wajar. Keledai? Masih cuek. Langit tetap hijau baginya. Harimau sebagai pejuang kebenaran tak mau menyerah, pun Keledai merasa tak ada alasan untuk mengalah. Berawal dari obrolan, pasal hijau biru ini jadi perdebatan. Yang awalnya cuma percakapan sekarang menjadi pertengkaran.
Untungnya, Keledai dan Harimau lebih dewasa dari kebanyakan manusia. Tidak lantas pakai jasa buzer sosial media, berdemo di ruang publik sambil merusak fasilitas negara atau menggunakan aparat hukum untuk bertindak represif mengklaim kebenarannya. Keledai dan Harimau sepakat bermediasi pada otoritas yang lebih terpercaya. Singa. Raja Rimba.
Setelah mendengar masalah secara seksama, dalam tempo yang sesingkat-singkatnya Singa berkata bahwa benar langit hijau adanya. Keledai bersorak dan segera menuntut Harimau dihukum atas perbuatan tidak menyenangkan yang merugikannya secara moril dan immateriil. Singa menjawab cepat, IYA.
Keledai happy, berbalik pulang sambil berteriak girang "langit hijau, langit hijau" soraknya. Harimau shock, tidak menyangka kebenaran kalah di meja peradilan bahkan pada ronde pembukaan. Dia ingin banding. Kalau perlu, tanding. "Sing, aing tidak terima!" teriaknya.
Melihat gelagat penolakan hasil putusan, Singa lantas menjelaskan "Begini Har, aku menghukummu sebagai bentuk edukasi. Kamu sudah mau menghabiskan waktu membahas langit yang semua orang tahu berwarna biru. Dan tidak habis di sana, kamu bahkan membawa-bawa aku yang sedang sibuk seminar crypto ke dalam masalah yang sebenarnya sederhana dan bisa selesai dengan satu anggukan kepala. Kamu bersalah karena membawa urusan remeh kontra-produktif ke ruang publik! Bila kubiarkan, maka hewan-hewan pintar lain bisa jadi akan ikut meributkan validitas penentuan hilal, logo halal atau lahiran Lesti-Bilal hanya karena merasa benal!"
"......emmhhhh,,,, Lesti-Billar, Sing" koreksi Harimau.
"Iya, tahu! Itu tadi biar kalimatku ada rima!" sergah Singa ngos-ngosan.
Harimau tertunduk. Menghela napas tersandar, dan tersadar. Data adalah data. Objektivitas tidak seharusnya punya ego. Kebenaran yang bernafsu akan susah untuk bijaksana. Singa benar. Kecuali tentang Lesti-Billar.

Saya belajar dari cerita Harimau dan Lesti-Billar di atas. Kadang kebenaran cuma berfungsi sebagai pondasi untuk membangun rumah pemahaman yang di dalamnya kita tinggal sambil kadang menengok ke luar jendela sekedar agar tahu berita. Sesekali mungkin akan ada peziarah yang menumpang berteduh, dan kita ada bersama kopi untuk diseduh. Sebagai rumah pemahaman, kebenaran bukanlah properti yang dipamerkan untuk selanjutnya dijual-belikan. Kebenaran ada bukan untuk dibanggakan.
Kadang, kebenaran adalah jalan sunyi yang harus ditapaki tanpa bunyi. Jalan gelap menuju pulang yang jauh dari bingar pesta. Jalan yang tidak banyak mendapat like, share atau sorot media. Jalan yang sepi subscriber dan sedikit viewnya. Sepi. Dingin. Tak bersuara.
Kadang, kebenaran adalah aset pribadi yang tak layak dipertontonkan. Memaksa pihak lain untuk memakai kebenaran kita kadang justru menjadi kebodohan yang hakiki. Selain buang-buang energi, juga tidak bijak sama sekali.
Kebenaran anda yang bagaimana?

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Sebagai penutup cerita saya ingin memberi fakta lucu bahwa pada dasarnya langit tidak punya warna. Yang kita lihat cuma pembiasan cahaya gelombang pendek yang terjadi di atmosfer saja. Terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun