Mohon tunggu...
norman meoko
norman meoko Mohon Tunggu... Penulis - penulis lepas

Mengisi waktu dengan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kamar Mayat, Kawah Candradimuka Calon Jurnalis Tempo Dulu

10 Mei 2023   16:00 Diperbarui: 10 Mei 2023   16:00 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jurnalis tempo dulu mempunyai banyak 'ladang' perpeloncoan sebelum benar-benar kuli tinta (istilah dulu ya). Saya termasuk di dalam gerbong itu.

Salah satunya adalah kamar mayat rumah sakit. Istilah sekarang adalah Instalasi Kamar Jenazah (IKJ).

Karena saya bekerja sebagai jurnalis koran yang berkantor pusat di Ibu Kota Jakarta.

Maka IKJ Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) di kawasan Salemba, Jakarta Pusat menjadi tempat mangkal yang paling akrab terutama bagi jurnalis kriminal seperti saya ini.

Awal-awal saya menjadi jurnalis sekitar tahun 1986 (kebetulan sambil kuliah) oleh editor saya sengaja 'diceburin'. Katanya, biar saya 'akrab' dengan banden alias mayat.

Agar panca indera saya dilatih untuk mengamati yang detail-detail fakta agar saya menulis sesuai dengan apa adanya fakta. Kata dosen saya di kampus ketika itu: fakta itu suci.

Editor saya waktu itu hanya bilang begini: tugas awalmu masuk keluar polsek-polsek hingga polres ya.

Lalu kamu melipir ke kantor pengadilan. Cari sidang dakwaan, tuntutan atau vonis. Pemeriksaan saksi ditinggal saja kecuali jika sidangnya melibatkan sosok tokoh ya. Misalnya artis atau sejenisnya. Catat itu! Titik!  

Dan terakhir jangan lupa, pesan editor saya: kamu jangan juga singgah ke kamar mayat ya. Jangan sampai ada berita mayat bobol (istilah editor saya).

Belakangan saya malah disuruh nge-beat di kamat mayat hahahahaha. Gubrak!

Jujur saja awalnya saya ngeper juga untuk nge-beat di kamar mayat.

Ternyata tak cuma di kamar mayat RSCM saya mangkal. Belakangan ikut teman-teman seperjuangan dan doa juga begadang dan nongkrong di Palang Hitam alias Palhit di kawasan Petamburan Jakarta Pusat.

Siang di IKJ RSCM, malamnya mangkal di "Palhit" Petamburan Jakarta Pusat. Ibarat dua mata uang yang tidak bisa dipisahkan begitu saja.  

Di Palhit teman-teman biasanya standby di atas pukul 22.00 malam. Tunggu ada taruna dan mobil ambulan yang nge-gas menjemput bandeng alias mayat.

Bukan rahasia umum lagi jika sebagian besar adalah mayat korban tindak kejahatan atau bandeng tergeletak di suatu tempat dijemput ambulance di Palhit.

Misalnya, korban tewas disambar kereta api di perlintasan atau gelandangan dan pengemis yang hilang nyawa di trotoar jalan.

Palhit sebenarnya adalah tempat mangkal ambulan milik Dinas Pemakaman DKI Jakarta.

Sejumlah ambulan disiagakan di sana untuk mengangkut mayat yang ditemukan di wilayah Jakarta dan sekitarnya.

Tempatnya kalau malam cukup menyeramkan juga. Apalagi ada beberapa ambulan yang menjelang tengah malam kerap terdengar suara rinti seperti korban kecelakaan yang sekarat.

Ada kebiasaan jurnalis kerap ngutang rokok dan indomi di warung tidak jauh dari Palhit lho.  

IKJ RSCM dan Palhit menjadi teman bagi setiap jurnalis yang memburu berita di balik jenazah demi jenazah yang masuk ditambah meliput peristiwa kebakaran di seantero Jakarta dan sekitarnya.

Istilah kata: nggak ada jurnalis tipe ini yang tidak pernah mangkal di kedua tempat ini.

Ada kejadian menarik ketika saya ngepos di kamar mayat RSCM. Entah becanda atau serius, editor saya meminta saya membawa kelingking mayat dari RSCM. Alamak! Gile bener!

Karena ini perintah dan saya lagi 'panas-panasnya' menjadi jurnalis muda maka saya pun mengiyakan permintaan editor saya itu. Ini bukan permintaan tetapi perintah. Wajib dilaksanakan.

Tuhan baik. Saat saya numpang pipis di toilet kamar mayat saya menemukan entah kelingking mayat siapa di saluran air itu.

Saya masukin dalam plastik bekas bakwan dan saya bawa ke kantor dan tunjukkan ke editor saya. Editor saya kaget. Dia lalu perintahkan saya untuk balikin kelingking mayat itu ke kamar mayat.

Ternyata perintah editor saya itu hanya candaan belaka. Tapi namanya masih anak bawang di dunia kejurnalistikan, candaan itu saya anggap serius.

Namun lepas dari itu menjadi jurnalis harus lebih banyak di lapangan. Beruntung teman-teman jurnalis tempo dulu yang dipaksa akrab dengan tempat-tempat seram seperti kamar mayat itu.

Bukan sekadar uji nyali tetapi benar - kata editor saya itu - dengan ke lapangan maka jurnalis akan mendapatkan detail-detail dari setiap fakta yang nanti ditulis menjadi berita.

Ke lapangan jelas berbeda dengan copy paste atau minta contekan dari rekan jurnalis lainnya karena si jurnalis telat datang ke acara apalagi alasannya karena bangun kesiangan hahahaha.

Kata editor saya ketika itu: elu jangan pulang tanpa membawa berita. Awas lu!

Diakui atau tidak, kamar mayat di RSCM atau Palhit di Petamburan adalah kawah candradimuka calon jurnalis andal tempo dulu. Entah sekarang?***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun