[caption id="attachment_400813" align="aligncenter" width="599" caption="sumber gambar: cahiya.com"][/caption]
Cacatnya hukum dalam penyelesaian kasus sengketa lahan antara warga dan petani Telukjambe dengan PT SAMP (anak perusahaan Agung Podomoro di Karawang) mengakibatkan timbulnya kembali pergerakan dari warga dan petani setempat.
Ketua PN Karawang, Marsudi Nainggolan dianggap ada main mata dengan PT SAMP sekaligus Agung Podomoro dalam menyelesaikan kasus sengketa lahan tersebut yang meliputi tiga desa, yaitu Desa Wanasari, Wanakerta, dan Margamulya.
Akibatnya sekitar 400 warga dan petani setempat melaporkan Ketua PN Karawang ke Komisi Yudisial karena dianggap tidak netral dan sehingga memenangkan PT SAMP dalam penyelesaian kasus sengketa lahan tersebut.
Pelaporan ke Komisi Yudisial ini dipimpin oleh Yono Kurniawan yang merupakan kuasa hukum dari Tim Advokasi Petani Karawang (Tampar). Yono Kurniawan mengatakan bahwa Ketua PN Karawang tidak memberikan perlakuan yang sama terhadap para pihak yang bersengketa dan juga terkesan mempercepat proses peradilan.
Berikut pernyataan Yono Kurniawan terkait hal tersebut,
"Majelis hakim terkesan mempercepat proses peradilan. Selain itu, juga tidak memenuhi koridor hukum acara yang berlaku pada saat proses persidangan, karena majelis hakim tetap melanjutkan sidang walaupun tidak dihadiri pihak yang berperkara. Aneh kalau pihak yang berperkara tidak hadir, lalu hakim memaksakan proses persidangan tetap berlangsung,"
Proses cepat penyelesaian kasus ini sepertinya bertujuan untuk menutupi kebenaran bahwa luas tanah yang menjadi sengketa bukanlah 350 hektar seperti yang diklaim oleh PT SAMP, melainkan hanya 70 hektar. Jumlah warga dan petani yang tanahnya menjadi sengketa pun hanya 49 orang.
Akibat klaim PT SAMP ini, banyak warga dan petani yang tanahnya tidak termasuk dalam sengketa tersebut malah menjadi korban. Jadi, sekitar 280 hektar tanah milik warga dan petani setempat dirampas secara paksa oleh Agung Podomoro melalui PT SAMP dengan yang mirisnya mendapat persetujuan dari Ketua PN Karawang, Marsudi Nainggolan.
Ternyata, Agung Podomoro sudah menjual sebagian lahan tersebut (sekitar 216 hektar) kepada perusahaan pengembang properti asal Taiwan yaitu, Acquire Universal Advantage Development (AUA Development) pada bulan November 2013 dengan harga Rp 1 T.
Nantinya, lahan yang didapatkan dari Agung Podomoro akan dibangun sebagai kawasan industri di Karawang oleh AUA Development melalui anak perusahaannya, yaitu Acquire Universal Advantage Land (AUA Land).
Agung Podomoro benar-benar sudah keterlaluan. Salah satu perusahaan pengembang properti terbesar di Indonesia yang juga sudah memiliki nama di kancah internasional ini tega merampas tanah warga dan petani setempat untuk dijual kembali ke Negara lain.
Bila mendapatkan kesulitan pun, Agung Podomoro tidak ragu-ragu untuk membeli hukum yang dalam kasus ini adalah menyuap Ketua PN Karawang, Marsudi Nainggolan.
Apakah cara ini yang dilakukan selama ini oleh Agung Podomoro dalam mendapatkan sebidang tanah untuk meraup keuntungan? Membangun bangunan mewah di atas tangisan dan penderitan rakyat kecil yang mirisnya dibantu oleh hukum.
Sumber:Â http://dunia.inilah.com/read/detail/2183607/sengketa-lahan-apln-ketua-pn-karawang-diadukan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H