Mohon tunggu...
norman
norman Mohon Tunggu... -

music is the best of me

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Modus Rebut Paksa Tanah Warga Ala Agung Podomoro

2 Maret 2015   21:41 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:16 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_400497" align="aligncenter" width="440" caption="sumber gambar: studentpreneur.co"][/caption]

Penyelesaian kasus sengketa tanah tiga desa di Kecamatan Telukjambe, Karawang yang dimenangkan oleh PT SAMP anak perusahaan Agung Podomoro ternyata cacat hukum. Ketua Pengadilan Negeri Karawang Marsudi Nainggolan dan majelis hakim yang diketuai oleh Hakim Arif yang mengadili kasus tersebut ada main mata dengan PT SAMP sekaligus Agung Podomoro.

Hal ini disebabkan karena proses persidangan kasus tersebut sudah tidak berimbang dan cenderung dipaksakan segera selesai agar bisa dieksekusi dan dikuasai oleh PT SAMP. Berikut pernyataan Yono Kurniawan dari Tim Advokasi Petani Karawang (TAMPAR) terkait hal tersebut,

"Proses persidangan warga dengan PT SAMP di pengadilan seolah kejar target harus selesai sebelum ketua PN pindah. Ada dugaan permainan dalam kasus warga melawan PT SAMP ini. Hakim tidak netral berarti ada dugaan suap,"

Sepertinya cara ini merupakan modus baru dari PT SAMP dan Agung Podomoro dalam merebut paksa tanah warga karena selama ini selalu mendapatkan kesulitan dalam mengeksekusi tanah tersebut. Kesulitan itu disebabkan karena aksi demo yang dilakukan oleh para warga dan petani setempat untuk mempertahankan tanah milik mereka yang akhirnya mengakibatkan kasus ini menjadi berlarut-larut.

Aksi paksa penyelesaian kasus ini sepertinya bertujuan untuk menutupi fakta bahwa luas tanah yang menjadi sengketa hanya 70 hektar bukan 350 hektar seperti yang diklaim oleh PT SAMP. Akibatnya banyak warga dan petani yang tadinya tidak bersengketa malah menjadi korban. Pada awalnya luas tanah yang menjadi sengketa memang hanya 70 hektar, tetapi anehnya melebar menjadi 350 hektar.

Percepatan proses persidangan ini juga disebakan karena Ketua Pengadilan Negeri Karawang Marsudi Nainggolan akan pindah tugas dalam waktu dekat. Jadi kasus sengketa ini harus segera selesai. Mirisnya, jika kasus sengketa ini tidak selesai dengan cepat, Marsudi Nainggolan akan menunda kepindahannya.

Padahal, tiga Ketua PN Karawang sebelumnya yang sudah menangani kasus tersebut termasuk Ketua PN Karawang sebelum Marsudi Nainggolan telah menyatakan bahwa tanah tersebut tidak bisa dieksekusi. Akan tetapi dengan mudahnya Marsudi Nainggolan memutuskan bahwa tanah sengketa itu boleh dieksekusi.

Tubuh PN Karawang sepertinya sudah digerogoti oleh aksi-aksi suap PT SAMP dan Agung Podomoro agar hasil dari sidang tersebut bisa menguntungkan pihak PT SAMP dan Agung Podomoro. Karawang pun seperti diacak-acak oleh PT SAMP dan Agung Podomoro sejak mereka merampas tanah milik warga dan petani setempat sampai bisa mempengaruhi tubuh PN Karawang.

Pertanyaannya, siapakah yang akan menjadi korban? Tentu saja rakyat kecil. Seperti kata orang bijak, selalu saja rakyat kecil yang menjadi korban.

Sumber:

http://www.rmol.co/read/2015/02/04/190014/Petani-Laporkan-Ketua-PN-Karawang-ke-KY-

http://www.rmol.co/read/2015/02/07/190438/Petani-Kawarang-Nilai-Hakim-Tidak-Netral-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun