Banyak cara untuk bisa bertahan hidup. Ada yang mengambil rupa badut. Ada juga yang menjadi manusia gerobak. Menjadi penjual tisu juga ada. Namun beda bagi Pak Pi'i. Pria berusia 62 tahun ini justru menapaki hidup sebagai penjual balon warna-warna dan beraneka-rupa. Â Ada balon lumba-lumba. Ada juga balon jerapah. Ia berkeliling ke kompleks perumahan untuk menjaring pelanggan anak-anak. Kali saja rezeki tertumpah!
Semalam saya bertemu Pak Pi'i di sebuah super market tidak jauh dari kantor Pemadam Kebakaran Kota Depok di Kawasan Grand Depok City (GDC).
Kami pun ngobrol sambil nyeruput kopi untuk membunuh sepi. Lalu-lalang di seputaran GDC malam itu sepi. Cafe yang terletak di sebelah super market tidak lagi bunyikan senandung malam. Deretan toko pun sudah tutup sejak pandemi Covid-19 mengamuk.
Pak Pi'i bercerita perjalanan hidupnya yang disebutnya malang-melintang. Kisah hidupnya berawal dengan merantau sebagai office boy di Roxy Mas, Jakarta Barat. Ketika itu dia baru pengantin baru. Sama sekali buta mengenai Ibu Kota Jakarta. Kebetulan sang istri jago masak. Akhirnya mereka berdua bekerja di tempat yang sama. Pak Pi'i dan istrinya berharap kerja keras mereka bisa menjadi kebanggaan di kampung halaman: Sleman!
Namun impian itu kandas di tengah jalan. Sang istri diambil sopir taksi dan Pak Pi'i harus gigit jari dan menapaki hidup sendiri di sebuah kota bernama Jakarta. Cintanya rempuk. Hatinya hancur. Air mata tumpah ruah. Beruntung Pak Pi'i segera bangkit karena hari-hari masih panjang. Masih ada harapan di ujung sana.
Dan benar! Jodoh siapa yang tahu. Ia pun dapat jodoh. Harapan untuk mewujudkan impian meraih sukses kembali di depan mata. Luka lama terobati. Masa lalu per lahan tetapi pasti raib tanpa bekas. Â
Roda berputar. Tahun 1998 Pak Harto lengser keprabon. Hidup Pak Pi'i pun terguncang karena perusahaannya gulung tikar. Dia pun menyingkir ke daerah peyanggah Ibu Kota: Depok! Ia pun memulai hidup sebagai penjual balon-balon warna-warni yang dicari anak-anak. Awalnya dengan sepeda, dia pun bergelut mencari sesuap nasi. Tuhan merestui itu. Dua anaknya kini sudah besar dan bekerja. Anak pertamanya sudah menikah dan memberinya cucu. Anak yang kedua sudah bekerja. Tinggal yang bontot masih bersekolah.
"Saya kini tinggal sekolahkan yang bontot. Dari jualan mainan anak-anak ini alhamdullilah, hidup lancar-lancar. Walau kini banyak sekolah tutup karena Corona. Ya terima saja. Gusti Allah sudah mengaturnya, " tuturnya.
Pak Pi'i tidak pernah takut hidup ini. Dia percayakan semuanya kepada Gusti Allah."Sepuluh tahun rantau di Roxy Mas. Lima belas tahun di Depok ini. Semua kesusahan saya bawa senyum saja, " ia melanjutkan.
Soal rezeki, Pak Pi'i tak mau menyebut. Dia bilang sambil menebar senyum: ya cukup untuk keluarga Mas."