Mohon tunggu...
Norman Meoko
Norman Meoko Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis

Menulis Tiada Akhir...

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Di Mana Independensi Media?

28 Juli 2021   10:53 Diperbarui: 28 Juli 2021   11:20 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Rekan saya itu ternyata memuat hasil door setop dengan Panglima ABRI Jenderal Faisal Tanjung dan itu yang dijadikan lead beritanya. Sementara sambutan sang panglima ditaruh deretan kalimat terakhir dalam berita yang dibuatnya itu. Sontak saja itu dianggap keliru. Garis kebijakan redaksional Harian Angkatan Bersenjata sudah jelas bahwa sambutan sang panglima ABRI harus menjadi lead berita. Lead tidak boleh dari hasil wawancara door setop. Titik!

Teman saya akhirnya "menginap" di Mabes ABRI Cilangkap setelah dia mengikuti jumpa pers di sana. Dengan alasan pimpinan akan "ngobrol", sahabat saya harus tidur di sana semalam. Beruntung esok harinya Pemimpin Redaksi Nasrudin Hars yang dikabari soal rekan saya itu datang menjemputnya.          

Bagi saya sikap koran tempat saya bekerja itu adalah framing. Masa bodoh dengan isu atau topik terhangat sekalipun di luar jagat informasi. Jika tidak sesuai dengan ideologi media yang bersangkutan: jangan harap beritanya turun! Hanya akan menjadi robek kertas yang akhirnya masuk di tong sampah. Waktu itu menulis berita masih menggunakan mesin tik, bukan komputer atau laptop apalagi handphone seperti zaman sekarang. Intinya nilai berita bukan kata orang tetapi apa yang menjadi garis kebijakan redaksional media.

Ketika Pilpres beberapa tahun lalu banyak media massa (media arus utama) yang secara terbuka mendukung salah satu pasang calon. Bahkan, ada sebuah koran berbahasa Inggris yang terbit di Jakarta secara terang-terangan mendukung jagonya dalam sebuah tajuk rencana. Ini sah dan sangat sah. Karena mengutip pernyataan teman saya: seorang jurnalis senior di negeri ini. Katanya, media massa harus bersikap dan sikap itu tidak salah diwujudkan dengan framing pemberitaannya. Sedikit malu-malu teman saya itu lalu menyinggung soal dapur ngebul di rumahnya; termasuk istri dan anak-anaknya yang masih butuh dana untuk sekolah. Pahamlah!

Namun mungkin ada baiknya direnungkan dan diingat bahwa kewajiban utama media adalah menjunjung tinggi kebenaran serta mengangkat aspirasi pihak yang lemah dan tak mampu bersuara sendiri termasuk mengatakan merah itu merah atau putih itu putih tanpa rantai kekangan apapun. Pers dan media massa harus menjadi watch-dog yang senantiasa menyalak bila penguasa menyelewengkan kekuasaan. Persoalannya: bagaimana idealisme fungsi tersebut diwujudkan secara nyata!

Bill Kovach dan Tom Resenstiel dalam Blur: How to Know What's True in the Age of Information Overload mengatakan, ketika berita datang dari beragam sumber dengan aneka gaya dan bentuk baik dari wartawan maupun non-wartawan (baca: media sosial), kita butuh sesuatu yang lebih. Kita perlu mengetahui mengapa layak mempercayai sumber-sumber yang menawarkan atau mengomentari fakta. Kita pun harus menyudahi cara pandang lama bahwa melalui berita menyatakan: "percayalah kepada saya" dan menggantinya dengan cara pandang baru di mana khayalak menyatakan kepada media "tunjukkanlah kepada saya" atau "buktikanlah kepada saya".

Dalam konteks ini agaknya sepatutnya media massa mengabarkan secara utuh dan bermain cantik di antara framing dan ideologi media. Menyatakan sikap itu boleh tetapi berkata jujur dengan fakta yang sesungguhnya jauh lebih berharga. Setidaknya menghilangnya prasangka buruk dengan kebenaran yang sesungguhnya terjadi karena bagaimana juga tugas media massa adalah melayani pembacanya.  Pelajaran berharga bagi media massa di era banjir informasi.(*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun