Namanya Supriyadi. Ia mengaku asal Kebumen, Jawa Tengah. Usianya sudah tidak muda lagi. Namun, perangainya yang ceria dan suka membuang humor serta tertawa lepas membuat sulit menebak umurnya.
Supriyadi hanya pria biasa tetapi semangatnya bertarung di Ibu Kota Jakarta yang keras ibarat baja, sungguh luar biasa! Patut diacungkan jempol deh.
"Ke Jakarta jangan modal tempe," kata Supriyadi yang sehari-hari memilih sebagai pedagang kelontong keliling di kawasan Menteng, Jakarta Pusat.
Ya pria berwajah hitam manis ini menapaki hidup di Jakarta sebagai pedagang kelontong keliling dengan gerobaknya.
Tak tanggung-tanggung ia datang ke Jakarta sejak 1970 lalu."Jakarta ketika saya datang tak seramai sekarang ini. Dulu masih sepi. Lalu-lintas tak semrawut kaya gini," tuturnya.
Pelanggan tetap Supriyadi kebanyakan pekerja proyek di kawasan Menteng Jakarta Pusat. Ada juga pembantu rumah tangga yang hanya beli jepitan rambut. Ada juga yang membeli cermin untuk ngaca.
Baginya, selama masih ada proyek apartemen atau gedung perkantoran maka selama itu, Supriyadi masih anteng. Karena dari sana fulus akan mengalir deras. Dia beruntung banyak pekerja proyek apartemen yang berasal dari Kebumen Jawa Tengah.
"Gusti Allah baik," katanya lagi.
Saya ngobrol dengan Pak Supriyadi di sebuah taman di Situbondo Menteng Jakarta Pusat. Ketika itu dia tengah mengasoh usai keliling menjajakan barang dagangannya.
Dia bangga menjadi pedagang kelontong keliling di Jakarta. Ia membuang jauh-jauh gengsinya. Kebanggaan itu kian memuncak karena boleh jadi dia menjadi pedagang kelontong keliling yang mampu bertahan sejak zaman Gubernur Jakarta Sutiyoso hingga Jokowi bahkan sekarang ini zaman Gubernur Anies Baswedan.