Bicara tentang Batavia tempo doeloe agaknya tidak afdol jika tidak mengupas soal nama Si Jagur. Si Jagur bukan nama orang tetapi hanya sebuah Meriam yang dulu tergeletak di dekat Kota Intan (Jakarta Kota). Orang menganggap Si Jagur sebagai meriam keramat dank arena itu sering diziarahi para pengunjung.
Mereka yang datang berziarah berasal dari berbagai tempat di dalam maupun luar kota Jakarta. Macam-macam doa yang dipanjatkan oleh para peziarah. Tetapi, kebanyakan mereka yang datang adalah istri atau suami yang merasa mandul alias belum mempunyai keturunan. Para peziarah berharap dengan memanjatkan doa di hadapan Si Jagur maka dapat segera mempunyai momongan.
Begitu keramatnya meriam Si Jagur itu sampai-sampai para penjahat di zaman Batavia yang ketakutan jika dibawa ke sana, rasa takutnya akan hilang. Sering mereka segera mengakui perbuatan jahatnya sebelum disumpah di dekat Si Jagur. Begitu kuatnya pengaruh meriam Si Jagur sampai membuat para penjahat yang tertangkap bertekuk lutut.
Dari mana sebenarnya meriam Si Jagur ini?
Ceritanya panjang. Tetapi kira-kira begini: adalah Fatahillah seorang pemuda asal Pasai yang gagah perkasa dan ahli agama. Ketika Pasai ditaklukan Portugis, Fatahillah hijrah ke Demak. Di tempat itulah dia menjadi menantu Sultan Demak.
Waktu itu, Kerajaan Pakuan tengah bersekutu dengan Portugis dalam pengelolaan Pelabuhan Sunda Kelapa. Sultan Demak gusar. Selanjutnya, Fatahillah diperintahkan untuk memerangi pasukan Portugis di Sunda Kelapa. Nah mesin perang pasukan Portugis ketika itu dilengkapi dengan meriam. Masuk akal memang karena pasukan Portugis di Eropa dikenal sebagai tentara militan. Tidak ada istilah kalah. Mereka bersemangat untuk selalu memang.
Tetapi ibarat tupai, meski dia pandai melompat, bisa jatuh juga. Pepatah klasik itu berlaku bagi pasukan Portugis. Tahun 1527, Portugis kalah. Fatahillah meraih kemenangan luar biasa yang disebut sebagai "Jayakarta". Dalam perkembangannya "Jayakarta"menjadi nama awal bagi Kota Jakarta. Sebelum kemudian diubah Kumpeni Belanda di bawah Gubernur Jenderal Jan Pieterzoon menjadi Kota Batavia.
Ketika pasukan Fatahillah menang. Banyak senjata tentara Portugis yang disita. Salah satunya yang menjadi mubazir yakni meriam. Mengapa dibilang mubazir karena memang tentara Fatahillah ternyata tidak mampu menggunakan senjata peninggalan tentara Portugis itu. Akhirnya, meriam itu menjadi besi tua dan belakangan setelah sekian tahun malah menjadi benda keramat. Meriam keramat itu diberi nama Si Jagur. Padahal Si Jagur (jegur) adalah istilah tentara Fatahillah untuk menyebut senjata lho!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H