Mohon tunggu...
Norman Meoko
Norman Meoko Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis

Menulis Tiada Akhir...

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Benteng Terakhir Ruang Terbuka Hijau Itu Bernama Monas

23 Desember 2017   07:22 Diperbarui: 23 Desember 2017   08:35 1333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam studi yang dilakukan para ahli perencana lansekap kota, diketahui makin berkurangnya jumlah luasan RTH dari tahun ketahun di wilayah Ibu Kota. Mereka juga menyebutkan kondisi keberadaan RTH telah berada dalam kondisi ambang batas kepunahan. 

Hal ini dibuktikan dari jumlah luasan RTH telah berkurang secara signifikan, yaitu pada tahun 1965-1985 luas RTH masih berkisar 37,2 persen, tahun 1985-2005 menjadi 25,85 persen dan pada tahun 2000-2010 menjadi 13,94 persen dari luasan wilayah Kota Jakarta.

Namun, dari kenyataan data di lapangan, diperkirakan luasan RTH hanya berkisar 9 persen dari luasan wilayah Ibu Kota.

Kondisi itu bermuara pada saratnya berbagai kepentingan bisnis terhadap Jakarta yang notabene adalah barometer peradaban kota-kota di negeri ini. Hal itu masih diperburuk lagi dengan jumlah penduduk dan kompleksitas aspek permasalahan kota.

Dengan berkurangnya RTH di Jakarta, suhu di Jakarta semakin meningkat karena pendingin udara alami telah dihabisi satu per satu. Untuk mengatasi hal itu, masyarakat menggunakan AC untuk sekadar menghindari udara yang sesak dan berdebu di ruang luar, sekaligus menyejukkan. Bukankah hal itu malah menimbulkan efek yang lebih parah dengan makin bertambahlah jumlah freon yang dilepaskan di udara?

Sejauh ini, belum ada penelitian yang mengaitkan perilaku psikologis masyarakat kota dengan keberadaan RTH ini. Akibat berkurangnya unsur-unsur penghasil oksigen murni di dalam kota, masyarakat lebih sensitif dan gampang beringas hingga kadang-ladang logika agak terlupakan jika terjadi perbedaan pendapat dan terjadilah anarki.

Beli Lahan Bukan Solusi

Lantas apa yang harus dilakukan Pemerintah Provinsi (Pemrov) da Jakarta agar RTH tidak tergerus dengan roda pembangunan?

Selama ini, cara yang dilakukan Pemprov untuk menambah RTH adalah dengan membeli lahan. Akibatnya, banyak anggaran untuk membeli lahan dalam APBD Jakarta setiap tahun anggaran.

Menurut M Ridwan Kamil, dosen arsitektur Institut Teknologi Bandung (ITB) yang juga arsitek desainer perkotaan, cara yang dilakukan Pemprov Jakarta bukan solusi yang tepat. "Membeli tanah kosong untuk dijadikan taman atau ruang terbuka hijau sudah tidak mungkin untuk Jakarta. Yang harus dilakukan adalah melakukan inovasi arsitektur, seperti yang dilakukan negara lain," ujarnya.

Dia memberikan contoh inovasi arsitektur yang diterapkan di Boston, Amerika Serikat. Di sana, jalan layang dibenamkan ke dalam tanah sehingga bagian atasnya dapat disulap menjadi taman yang luas dan panjang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun