Mohon tunggu...
Norman Meoko
Norman Meoko Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis

Menulis Tiada Akhir...

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Benteng Terakhir Ruang Terbuka Hijau Itu Bernama Monas

23 Desember 2017   07:22 Diperbarui: 23 Desember 2017   08:35 1333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menghadirkan ruang terbuka hijau (RTH) di sebuah kota seperti di Ibu Kota Jakarta susah-susah gampang. Buktinya, banyak pengelola kota yang hingga kini gagal menghadirkan RTH yang nyaman bagi warganya.

Mal atau pusat belanja modern pun berlomba memenuhi sudut-sudut kota Jakarta. Meski belakangan akhirnya banyak pusat belanja yang gulur tikar karena tergerus belanja via daring. Salah satunya lotus.

Monas adalah salah satu ukuran bagaimana sebuah ruang terbuka hijau masih tersisa bagi warga Jakarta. Bahkan, terakhir Monas tidak saja menjadi ruang bersosialisasi warga tetapi juga kini telah menjadi lokasi untuk kegiatan keagamaan. Itu sejak Anies Baswedan menjadi gubernur Jakarta. Terakhir, Monas menjadi titik kumpul menggelar reuni 212.

Intinya: Monas tak saja menjadi ruang publik tetapi juga menjadi sosok wajah Ibu Kota yang sebenarnya negeri ini.

Di masa Gubernur Fauzi Bowo, Monas sempat menjadi bulan-bulanan pedagang kaki lima. Si Kumis pun sempat naik pitam. Ketika Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjadi gubernur. Tidak ada ampun bagi mereka yang membuat Monas semrawut. Ahok pun membuat Lenggang Jakarta untuk menampung pedagang yang selama ini mangkal di kawasan Monas, Jakarta Pusat. Mereka menempati sebagian lahan Lapangan Irti.

Di masa Gubernur Sutiyoso, Taman Monas selalu dimanja. Apalagi ketika itu Bang Yos, sapaan akrab Sutiyoso, yang kini tengah mengadu nasib menjadi orang nomor satu di negeri ini, mengeluarkan anggaran sebesar Rp 9 miliar hanya untuk memagar Taman Monas. Tak hanya itu, Bang Yos pun menaruh puluhan rusa di kawasan Taman Monas.

Ali Sadikin, akrab disapa Bang Ali malah melihat dari sudut lain. Dia melihat fungsi Monas dari sudut pandang kehidupan sehari-hari warga Jakarta dengan empati yang mendalam.

Kata Bang Ali, "Saya bangun lapangan Monas, Saya Bangun Ancol. Saya sengaja melarang orang yang lagi berpacaran diganggu. Awas lu ya, kalau menganggu. Kalau melacur tidak boleh. Tetapi kalau pacaran, lho itu anugerah Allah... Berikan mereka tempat untuk berhibur. Nah, orang tidak mengerti bagaimana sengsaranya hidup rakyat jelata. Dus, pikiran kita harus sampai ke sana."

Namun sayangnya, lagi-lagi persoalan ruang terbuka hijau kadang sering terlewatkan.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta tidak serius menata RTH di wilayah Ibu Kota Jakarta. Jika Taman Monas yang terletak di depan Balai Kota Jakarta, tempat Gubernur Jakarta berkantor setiap hari, tidak bisa dirawat. Apalagi keberadaan taman-taman lainnya di Ibu Kota yang jauh dari pengamatan kantor gubernur.

Padahal, yang menjadi roh sebuah kota adalah RTH, bukan gedung pencakar langit atau mal yang setiap hari kian berlomba mempersempit ruang publik Jakarta. Membangun fisik kota memang mudah. Asal ada konglomerat yang punya seabrek uang, apartemen, gedung pencakar langit atau mal langsung bisa berdiri. Namun, sulit untuk membangun kota yang berjiwa, yang memiliki roh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun