Mohon tunggu...
norma mangajun
norma mangajun Mohon Tunggu... -

seorang ibu rumah tangga dengan 3 orang anak, sebelumnya sempat menjadi sekretaris redaksi di majalah femina dan sekertaris direktur sekaligus Office manager pada Rhenald Kasali Management.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Presiden ke-II

2 Agustus 2010   04:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:23 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bertetangga kelurahan dengan bapak Susilo Bambang Yudoyono, keluarga kami punya wisata tersendiri. Ritual iring-iringan keberangkatan dan kepulangan beliau menjadi satu tontonan mengasyikkan. Rasanya seperti menonton karnaval pada peringatan 17-an.

Banyak loh keuntungan yang kami peroleh dari pemandangan itu. Biasanya, sambil menunggu kendaraan dipersilahkan lewat kembali, aku mulai melancarkan ilmu motivatornya Pak Mario Teguh. “Nak, coba lihat tuh. Dulu Pak Presiden disiplin dalam segala hal dan punya banyak teman, makanya beliau berhasil jadi Presiden, orang yang dianggap paling penting di Negara kita. Saking pentingnya, tidak ada yang mau dia celaka. Coba lihat dari depan sampai belakang, pengawalnya banyak sekali. Sekarang ditambah 2 pasukan motor di samping kiri-kanan yang berboncengan. Nah, yang dibonceng itu siap menembak orang-orang jahat yang mau mencelakai beliau”.

Lain lagi si kecil yang kemudian bertambah kosa katanya atas pertanyaan: ambulance, sirine dan pengawal, beberapa hal yang menjadi bagian dalam rombongan presiden.

Bagi suami, keuntungan justru diperoleh bila kebetulan kami searah. Dengan gesitnya suami segera mengupayakan agar menjadi mobil terdepan setelah mobil rombongan sehingga kami masih merasakan sense of “kepemilikan atas jalan raya” dan kebanggaan tentunya, karena seolah-olah masih menjadi bagian dalam iring-iringan.

“Kalau aku saja sebangga ini, bagaimana dengan ibunya ya?” Lalu lamunan nakal pun muncul. Seandainya aku yg menjadi ibu dari sang presiden. Betapa bangganya menyaksikan anakku dielu-elukan, mendapat penghargaan sana-sini, mengadakan berbagai kunjungan kenegaraan, menyaksikan negeri ini menjadi baik di tangannya.

Tapi, di sisi lain kulihat begitu lelahnya anakku dengan setumpuk persoalan Negara yang harus diselesaikan. Belum lagi hujatan yang harus diterima bila ternyata kebijakannya dianggap kurang mewakili kepentingan rakyat. Menjadi target utama pembuhunan dari para teroris.

Kulihat kerinduannya yang luar biasa akan masa-masa kebebasan, paling tidak untuk menikmati semangkuk ‘mie pangsit makassar’ kesukaannya.

Ah, masihkah anakku akan hidup dalam kejujuran? Masihkah ia menempatkan Tuhan sebagai “Kepala” dalam hidupnya ketika dia dianggap “kepala” bagi dunia.

Berat, ternyata luar biasa berat beban menjadi ibu bagi Presiden.

Tapi apa daya, anakku sudah terpilih. Sebagai ibu, harus kusampaikan ini padamu nak:

“Kurestui kau menjadi Presiden Wanita kedua di republik ini!”. Bijaklah dalam segala perkara!

(Mimpi yang akan menjadi nyata. Puji Tuhan!).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun